Jumat, 03 September 2010

Iqbal ; Penyair dan Pemikir

Goresan : Sukrin Thaib


Muhammad Iqbal adalah sosok besar dalam khazanah kebudayaan Islam. Pemikirannya dikemasnya dalam bentuk puisi, dan itu membuatnya abadi. Muhammad Iqbal, lahir 9 November 1877. Dia adalah seorang filsuf, pemikir, cendekiawan, ahli perundangan, reformis, politikus, dan yang terutama: penyair. Dia berjuang untuk kemahuan umat Islam dan menjadi “bapa spiritual” Pakistan.

Iqbal adalah saksi dari zamannya yang saat itu sedang dalam titik terendah kesuraman. Negerinya, sebagaimana negeri Islam lainnya saat itu, sedang dalam keadaan terjajah, miskin, bodoh, dan terbelakang. Dan Iqbal, dengan kecerdasan intelektual, emosional,dan spiritual yang dianugerahi Tuhan, bergerak dan melesat, khususnya dalam hal penulisan dan pemikiran, bahkan tenaga dan waktu. Dia menulis dan terus menulis, dalam bahasa Urdu, Parsi, dan Inggeris. Dia berkelana ke Eropah, bergaul dengan banyak pemikir dan intelektual, untuk bekal perjuangannya.
Iqbal berjuang di All-India Muslim Leage di awal 1930an. Bersama Muhammad Ali Jinnah, dia merumuskan konsep Negara bagi Muslim India, dan tak pernah melihat berdirinya Pakistan tahun 1947 kerana sudah wafat pada 1938. Iqbal juga dijuluki Muffakir-e-Pakistan (Pemikir dari Pakistan) dan Shair-i-Mashriq (Penyair dari Timur), dan hari lahirnya dirayakan sebagai hari cuti umum dan dinamai �Iqbal Day� di Pakistan.
Iqbal lahir di Sialkot. Ayahnya, Shaikh Nur Muhammad adalah seorang penjahit yang taat beragama, dan mendalami tasawuf. Ibunya, Imam Bibi, pun seorang muslimah yang taat.
Iqbal menyelesaikan sekolah rendahnya di Sialkot. Bakatnya sebagai seorang penyair dimulai di sini, dan mulai dirasakan gurunya, Syed Mir Hasan. Iqbal pun lulus Scotch Mission School pada 1892 dan melanjutkan ke jurusan Liberal Arts di Scotch Mission College (Murray College) dan lulus ujian pada 1895. Setelah itu, ia melanjutkan ke Governtment College, Lahore dan mendapatkan gelaran Bachelor of Arts tahun 1897 untuk jurusan Filsafat, Bahasa Arab, dan Sastera Inggeris, dan gelaran Master of Arts pada 1899. Iqbal turut menerima pingat emas kerana menjadi satu-satunya calon yang sukses di bidang filsafat. Setelah itu, Iqbal mendalami bahasa Arab di Oriental College, Lahore, sebelum menjadi penolong profesor mata pelajaran Filsafat dan Sastera Inggris di Government College, Lahore, pada 1903.
Saat mendapatkan gelaran Master inilah, Iqbal bertemu dengan Sir Thomas Arnold, seorang cendekiawan yang pakar filsafat moden, yang kemudian menjadi jambatan Iqbal ke peradaban Barat, dan mempengaruhinya untuk melanjutkan pendidikan di Eropah.
Pada 1905, Iqbal pergi ke Inggeris untuk belajar di Trinity College, Cambridge University, dan juga belajar ilmu hukum di Lincoln Inn. Dia meraih gelar Bachelor of Arts dari Cambridge University tahun 1907, dan meraih gelaran Ph.D. di bidang filsafat dari Fakulti Filsafat di Ludwig-Maximilians University di Munich di tahun yang sama. Gelaran doktoralnya ini diraihnya dengan disertasi The Development of Metaphysics in Persian dengan bimbingan Prof Dr Friedrich Hommel.
Saat di Eropah inilah, Iqbal mulai menulis puisi dalam bahasa Parsi, kerana boleh dimengerti lebih banyak orang, seperti di Iran dan Afghanistan. Dan, saat di Inggeris, untuk pertama kalinya, Iqbal terjun ke politik. Tahun 1908, ia terpilih menjadi ahli jawatankuasa eksekutif The Muslim League cawangan Inggeris. Bersama Syed Hassan Bilgrami dan Syed Amir Ali, dia ikut membuat konsep perlembagaan Muslim League.
Iqbal memang sedang ingin berjuang untuk martabat bangsa dan umatnya. Saat itu, bangsa Muslim berada dalam kemunduran dan penjajahan Barat. Iqbal merasa terpanggil untuk memperbaiki nasib bangsa dan umatnya itu, salah satunya dengan pembaharuan pemikiran Islam agar kontekstual dengan jiwa zaman saat itu. “Sesungguhnya sudah masanya bagi kita saat ini untuk memelihara asas-asas Islam,” serunya. Dengarlah semangatnya:
Bangunlah, hai Muslim, hembuskan hidup yang baru Pada segenap jiwa yang hidup Bangkitlah dan nyalakan semangat Orang yang bernyawa Bangkitlah dan letakkan kakimu di jalan lain
Pada 1908, Iqbal pulang, dan sejak itu dia meniti karier di bidang akademik, perundangan, dan, yang paling didalaminya: puisi. Dia bekerja sebagai penolong profesor di Government College, Lahore, yang kemudian dilepaskannya pada 1909 kerana niatnya untuk memberi tumpuan penuh sebagai peguam. Tapi, dalam perjalanannya, Iqbal tidak dapat memberikan fokus sebagai seorang peguam, tetapi membahagi waktunya untuk perundangan dan perkembangan intelektual serta spiritualnya.
Tahun 1911, Iqbal membacakan pusinya Shikvah (Keluhan) pada pertemuan tahunan dari organisasi Anjuman Himayat-e-Islam, Lahore. Dan, pada 1913 puisinya Javab-e-Shikyah (Jawaban dari Keluhan) dibacakan di Mochi Gate, Lahore.
Asrar-i-Khudi (Rahsia Diri) terbit pada 1915. Inilah antologi puisi pertama Iqbal, dan ditulis dalam bahasa Parsi. Bukan sekadar puisi, tapi terkandung filsafat agama. Isinya berisi tentang pentingnya Ego. Bagi Iqbal, jawapan atas pertanyaan-pertanyaan esensial berkenaan dengan Ego sangatlah penting untuk persoalan moral, baik untuk individual ataupun masyarakat.
Rumuz-i-Bekhudi (Rahsia Kedirian), dibuat dalam bahasa Parsi tahun 1918. Tema utamanya berisi tentang masyarakat ideal, etika dan prinsip sosial dalam Islam, dan hubungan antara individu dan masyarakat. Di sini, Iqbal juga menjelaskan aspek-aspek penting dari agama lain. Iqbal melihat bahawa individu dan masyarakatnya sebenarnya saling mencerminkan satu dengan lainnya. Individu harus menjadi jiwa yang kuat sebelum bersatu dengan masyarakatnya. Dan, dengan berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya, Ego belajar menerima batas-batasan kebebasannya dan makna cinta.
Pada 1919, dia terpilih sebagai Setiausaha Agung Anjuman Himayat-e-Islam. Dan tahun 1923, sebagai penyair terkenal, Iqbal menerima gelar bangsawan dari Kerajaan Hindia-Belanda kerana antologi puisi Asrar-i-Khudi.
Pada 1931, Mohammad Ali (Jauhar) wafat, dan Muhammad Ali Jinnah hijrah ke London untuk memimpin organisasi di sana, maka secara automatik Iqbal memimpin umatnya, setidaknya sampai kepulangan Ali Jinnah pada 1935. Tak berlama-lama, pada 1931 dan 1932, Iqbal mengadakan diskusi dalam bentuk Persidangan Meja Bulat di Inggeris untuk membincangkan nasib India.
Bahkan, pada 1930, Iqbal sebenarnya sudah memperkenalkan konsep sebuah negara Muslim yang terpisah dari India, yang menjadi asas kepada pembentukan Pakistan. Tepatnya, pada 29 Disember 1930, pada sebuah acara All-India Muslim League, di Allahabad. Hal serupa, khususnya soal nasionalisme Muslim di India, dipertegas lagi saat pertemuan tahunan pada 21 Mac 1932.
Selama di Inggeris itu, Iqbal merenung dan menulis. Javid Nama adalah salah satu karyanya yang terkenal yang dibuat tahun 1932, dan dianggap sebagai Divine Comedia dari Timur. Iqbal terpengaruh Ibnu Arabi, Marri, dan Dante. Iqbal, dipandu oleh Rumi sang guru, berjalan menembus langit menuju Sang Maha Tinggi. Ada berbagai permasalahan hidup yang dibahas, dan dijawab. Pada karya ini, si “aku” melakukan perjalanan ke langit, melewati langit demi langit sampai ke tangga tertinggi. Pada masing-masing langit, Iqbal menempatkan sejumlah tokoh (Barat dan Timur) yang menpengaruhi pemikirannya, mereka “ditempatkan” sesuai pencapaian pemikirannya dalam ehwal manusia bereksistensi penuh.
Tokoh-tokoh itu tak sekadar dihadirkan dan ditempatkan, melainkan juga dikritik dan dipelajari tingkat “kesalahannya” dalam menempuh jalan kemanusiaan. Nietzsche, misalnya, sebagai manusia Barat yang hanya sampai pada “penolakan”, namun disayangkan tak sempat mengenyam “penemuan”. Nietzsche hanya menyatakan kematian Tuhan, tanpa merumuskan gagasan baru mengenai Tuhan. Terakhir, dia berbicara untuk kaum muda dan semacam membimbing generasi baru.
Semaklah puisinya:
Apakah kau sekadar debu?
Kencangkan simpul pribadimu
Pegang selalu wujudmu yang alit
Betapa keagungan memulas pribadi seseorang

Dan menguji cahayanya di kehadiran suria
Lalu pahatkan kembali rangka lama kepunyaanmu
Dan bangunlah wujud yang baru Wujud yang bukan semu
Atau pribadimu cuma lingkaran asap
Dia juga bertemu dengan filsuf Perancis, Henri Louis Bergson dan diktator Itali, Benito Mussolini. Dan, kedatangannya ke Sepanyol membuatnya menulis tiga puisi indah, yang terkumpul dalam Bal-i-Jibril (Sayap Jibril) terbitan 1935.
The Reconstruction of Religious Thought in Islam adalah karya bukan-fiksinya yang ketiga setelah Ilm Al-Iqtisad (Ilmu Ekonomi, 1903) dan disertasinya. Buku kumpulan ceramahnya dari Madras, Hyderabad, dan Aligargh ini adalah Magnum Opus-nya di bidang filsafat dan menjadi pegangan bagi pemikir Islam hingga saat ini. Isinya adalah “Pengetahuan dan Pengalaman Keagamaan”, “Konsep Tuhan dan Makna Doa”, “Manusia-Ego”, “Pradestinasi dan Kehendak Bebas”, “Semangat Kebudayaan Muslim”, dan “Prinsip Gerakan dalam Islam (Ijtihad)”. Iqbal meracik pengetahuan Islam tradisional dengan filsafat Barat dengan gaya dan fikirannya sendiri, tanpa terpengaruh oleh bangsa Barat.
Sekembalinya dari perjalanan ke Afghanistan tahun 1933, kesihatan Iqbal menurun, namun pemikiran keagamaan dan politiknya makin cemerlang, dan popularitinya berada dalam puncaknya. Salah satunya adalah idea mendirikan Idara Dar-ul-Islam, sebuah institusi tempat pendidikan khusus Ilmu Sosial Mutakhir dan Islam Klasik. Tampaknya, Iqbal ingin sekali menjadi jambatan bagi filsafat dan pengetahuan popular dengan ajaran Islam.
Iqbal berhenti dari pengamal perundangan pada tahun 1934, kerana kesihatannya menurun. Dan, akhirnya Iqbal wafat pada 21 April 1938 di Lahore�yang kemudian menjadi bahagian dari Pakistan. Sesaat sebelum wafatnya, sang penyair besar itu menggoreskan sajak:
Bila beta telah pergi meninggalkan dunia ini, Tiap orang kan berkata ia telah mengenal beta Tapi sebenarnya tak seorang pun kenal kelana ini, Apa yang ia katakan Siapa yang ia ajak bicara Dan darimana ia datang.
Namanya diabadikan menjadi nama Lapangan Terbang Pakistan, Allama Iqbal International Airport. Dan generasi setelahnya, tidak hanya Muslim, mengenangnya sebagai seorang pemikir besar yang mengabadikan fikirannya dengan puisi. Kerana, Iqbal begitu menghargai seni, khususnya puisi. Puisi, menurut Iqbal, adalah cahaya filsafat sejati dan pengetahuan yang lengkap. Tujuannya membantu manusia dalam perjuangannya melawan semua keburukan dengan mengimbau kepada unsur-unsur kemuliaan. Peranan seni adalah bersifat sosial. Ia adalah penuntun kemanusiaan. Dan, yang patut dicatat, Iqbal anti dengan konsep “Seni untuk seni”.
Rabindranath Tagore, setelah mendengar kematiannya, berkata bahawa kematian Iqbal menimbulkan keekosongan dalam kesusasteraan, yang seperti luka parah dan memerlukan waktu untuk menyembuhkannya. “India yang tempatnya di dunia begitu sempit, boleh menanggung derita akibat hilangnya seorang penyair yang sajak-sajaknya mengandung imbauan universal”, ujarnya.
Seorang kritikus sastera ternama, A.K. Brohi mengulas: “Jika mahkota burung merak menjadi sebab bagi kebanggaan Iran, Kooh-I-noor bermakna kejayaan dan martabat bagi mahkota Inggeris, maka Iqbal, kalau perlu, menjadi penghias dari halaman puitis setiap negeri.”
Sementara ideolog Ali Shari’ati menyatakan bahawa: “Nasihat terbesar Iqbal kepada kemanusiaan adalah: Mempunyai hati seperti Isa, fikiran seperti Sokrates, dan tangan seperti tangan Caesar, tapi semuanya berada dalam satu diri manusia, dalam satu makhluk kemanusiaan, berdasarkan satu semangat, untuk mencapai tujuan. Itulah, menjadi seperti Iqbal.”

UMAR IBN ABDUL AZIZ SEBAGAI KHAMIS AL-KHULAFA AL-RASYIDIN

Goresan : Sukrin Thaib
A. Pendahuluan
Pada tahun 41 H. setelah kemenanan Muawiyah bin Abi Sufyan (41—60 H) atas Ali bin Abi Thalib (wafat 41 H) dalam peristiwa tahkim (arbitrase) maka berakhirlah masa a1-Khulafa al-Rasyidin dan mulailah pemerintahan Bani Umayyah (Daulah Bani Umayyah) Semenjak khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan - khalifah Umayyah pertama - sampai pada khalifah Sulaiman ibn Abdil Malik (92-99 H) - khalifah Umayyah yang ketujuh-, pola pemerintahan jauh menyimpang dari pola (sistem) al-Khulafa al-Rasyidin. Sehingga muncul asumsi bahwa selama 60 tahun berdirinya Daulah Bani Umayyah, rakyat tidak merasakan keadilan dan kedamaian sebagaimana masa al-Khulafa al-Rasyidin.
Ketika Umar ibn Abdul Aziz (99—101 H) diangkat menjadi khalifah Umayyah yang kedelapan, ia berusaha memulihkan kembali (restoration) pola pemerintahan al-Khulafa al-Rasyidin. Ia tergolong orang yang saleh dan adil, sekalipun sikapnya keras dalam pendirian. Kaum muslimin menganggap Umar ibn Abdul Aziz sebagai Khamis al-Khulafa al-Rasyidin ( The fifth pious Caliph or The fifth khulafaurrasyidin). selain itu, ia juga dijuluki Umar II, setelah Umar bin Khatab (Umar I).
Tulisan yang disajikan pada kesempatan ini ialah suatu analisis tentang kenapa Umar bin Abdul Aziz dianggap sebagai Khamis al-Khulafa al-Rasyidin ? sedangkan masa al-Khulafa al-Rasyidin itu sendiri sudah berakhir setelah wafatnya Ali ibn Abi Thalib sebagai Raabi’ al-Khulafa al-Rasyidin. Di samping itu, sebelum Umar ibn Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah, sudah ada tujuh deretan nama yang menjabat sebagai khalifah Umayyah, dari mulai khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan (41-60 H) sampai khalifah Sulaiman ibn Abdil Malik (92-99 H). Tulisan ini akan mencoba menjelaskan bagaimana riwayat hidup Umar ibn Abdul Aziz, kepribadiannya, kebijakan dan reformasi dalam pemerintahan.
Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis permasalahan di atas ialah pendekatan sosiologis sebagai kerangka pemikiran teoritis, sedangkan bahan-bahan historis dipergunakan sebagai bahan pembuktian terhadap kerangka pemikiran. Adapun perspektif yang digunakan adalah perspektif struktural dan fungsional.

B. Riwayat Hidup Umar Ibn Abdul Aziz
Umar ibn Abdul Aziz dilahirkan di kota Hulwan dekat Kairo (suatu kota di Mesir). Ibunya bernama Laila Umi Ashim binti Ashim bin Umar bin Khattab (Tsani Al-Khulafa al-Rasyidin). Bapaknya bernama Abdul Aziz bin Marwan, seorang gubernur Mesir. Umar adalah seorang anak yang cerdas. Ketika berusia 9 tahun, ia sudah hafal al-Qur’an. Untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik, ía disekolahkan oleh bapaknya ke Madinah. Di Madinah ia tinggal bersama paman-paman ibunya. Di sana ía mendapat pendidikan dan bimbingan yang baik dari Shaleh bin Kisan seorang guru besar dan fuqaha yang saleh. Pendidikan yang diperolehnya itu sangat berpengaruh terhadap sikapnya yang terpuji.
Setelah Umar ibn Abdul Aziz menginjak usia remaja, ia kawin dengan Fatimah - saudara dari Walid - putri pamannya (Abdul Malik). Semenjak itu ía mengenal dan mengenyam kehidupan istana yang penuh dengan kenikmatan dan gemerlapnya harta. Dan tak kalah pentingnya. pada saat saudara iparnya menjabat khalifah - Walid ibn Abdul Malik (89-96 H) -, Umar dipercaya untuk menduduki jabatan gubernur di Madinah. Dari sini Umar mengawali karirnya dalam pemerintahan. Atas perintah khalifah, diperluaslah bangunan Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Haram di Mekkah oleh Umar. Dalam usaha perluasan kedua masjid itu ia memperoleh reputasi baik di Madinah. Namun akibat terjadinya perselisihan antara Umar dengan al-Hajjaj - saudara khalifah Walid -, akhirnya Umar direcal dari jabatan gubernur yang telah dijalaninya selama kurang lebih 7 tahun (86H—93H). Setelah peristiwa itu Umar berusaha menjauhkan diri dari urusan politik dan pemerintahan (keduniawian) dan memperbanyak tafakkur dan taqarrub kepada Allah (zuhud).
Walaupun pada masa kekhalifahan Walid, Umar sudah tidak dipercaya lagi duduk dalam kursi pemerintahan, akan tetapi pada saat Sulaiman ibn Abdul Malik naik tahta - menjabat Khalifah Umayyah yang ketujuh, - Umar II dipercaya kembali dalam pemerintahan untuk memegang jabatan al-Katib (sekretaris), Dalam masalah suksesi kekhalifahan, Khalifah Sulaiman mengharapkan anaknya yang bernama Ayyub sebagai putra mahkota dapat menggantikannya, tetapi ia meninggal dunia sebelum diangkat menjadi khalifah. Sehingga tidak ada lagi putra mahkota sepeninggal Ayyub. Maka ketika khalifah Sulaiman jatuh sakit, Ia mengundang seorang wazir, Raja bin Haiwah, untuk meminta pertimbangan tentang siapa pengganti yang pantas untuk menduduki jabatan khalifah. Raja bin Haiwah memberikan pertimbangan bahwa Umar Ibn Abdul Aziz-lah orang yang pantas untuk jabatan tersebut. Akhirnya atas permufakatan itu diangkatlah Umar Ibn Abdul Aziz untuk menjadi khalifah penggantinya dan Yazid bin Abdul Malik ditunjuk sebagai calon khalifah sesudah Umar ibn Abdül Aziz.
Pada pertengahan tahun 101 H/720 M setelah pemerintahan Umar II mendekati usia 2,5 tahun, Ia jatuh sakit. Kemudian dalam waktu beberapa minggu Ia meninggal, tepatnya pada tanggal 9 Februari 720 M (Rajab 101 H) dikubur di Dair Simon, dekat Hims. Sehingga tampuk kekhalifahan pun diambil alih oleh saudara sepupunya, yakni Yazid (anak Abdul Malik), yang telah ditunjuk oleh Sulaiman sebagai pengganti Umar II.
Meskipun masa kekhalifahan Umar ibn Abdul Aziz II relatif singkat, namun mempunyai hasil yang cukup besar bagi kesejahteraan rakyatnya. Maka wajar bila kaum muslimin menganggapnya sebagai Khamis al-Khulafa al-Rasyidin.

C. Kepribadian Umar ibn Abdul Aziz
1. Kesederhanaan dan Kejujuran
Umar ibn Abdul Aziz adalah seorang keturunan bangsawan yang memiliki kedudukan terhormat. Ia hidup dilingkungan keluarga yang gemerlap harta. Sebelum menjadi khalifah, kehidupan Umar II penuh dengan kekayaan dan kebahagiaan dunia. Ia termasuk orang yang gemar memakai wangi-wangian, pakaian sutra, dan sebagainya, yang saat itu layak dipakai oleh para pembesar istana dan para putra mahkota. Hal itu cukup wajar, karena ia tinggal di lingkungan keluarga istana feodal yang mempunyai penghasilan yang begitu melimpah. Namun setelah diangkat menjadi khalifah, justru sebaliknya. Di kala usai pemakaman khalifah Sulaiman, Umar II ditawari kendaraan yang bagus berupa kuda tunggangan yang penuh dengan hiasan-hiasan. Tetapi ia menolaknya, dan kuda-kuda itu dijualnya dan uangnya dimasukan ke Baitul Mal (kas negara). Kata Ahmad Syalabi, itulah awal perubahan sikap Umar II dari kemegahan menuju kesederhanaan.
Semenjak menjadi khalifah, kehidupan rumah tangganya Umar II begitu sederhana. Pakaian-pakaian halus ia tanggalkan diganti dengan pakaian yang lebih kasar. Tanah-tanah perkebunan yang Ia miliki ia jual, perhiasan-perhiasan istrinya ia jual dan hasilnya di masukkan ke Baitul Mal. Syed Mahmuddunnasir menyebut “He was the symbol of simplicity” Itulah awal keberhasilan Umar II terhadap diri sendiri yang merupakan awal kesuksesannya sebagai khalifah.
Di Samping itu, Umar II juga seorang khalifah yang terkenal tawadhu’ dan rendah hati. Ia adalah seorang yang jujur, adil, dan tidak mau menggunakan harta negara untuk interest pribadinya. Ia hanya mengambil yang menjadi haknya. Umar II adalah teman orang miskin baik dikala bahagia maupun susah. Menurut Abul Hasan Ali Nadwi, Umar itu adalah seorang khalifah Umayyah yang memiki moral dan spiritual, yang sekaliber dengan empat khalifah pertama (Khulafa al-Rasyidin). Begitu besar kcsalehannya sehingga kaum khawarij yang fanatik sekalipun mengakuinya sebagai salah seorang khalifah Islam yang sah. Dengan demikian, Umar II layak mendapat gelar Khamis al-Khulafa al-Rasyidin.
2. Keadilan dan Kebenaran
Umar II adalah seorang khalifah yang adil dan penegak kebenaran. Ia sangat memperhatikan rakyatnya agar terhindar dari kedzaliman para penguasa. Kesibukan dalam hidupnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Tanah-tanah yang telah dirampas oleh penguasa sebelumnya dikembalikan kepada pemiliknya. Ia juga selalu memperingatkan para gubernurnya agar bertindak dengan adil atau berhenti (direcal). Ia tidak menginginkan adanya pemimpin-pemimpin yang dzalim dan amil-amil yang kejam. Kalau terbukti dengan pe”recal”an para gubernur yang telah menyalah gunakan wewenang, seperti Usamah bin Zaid al-Tarukhi, seorang yang terkenal banyak melakukan tindakan-tindakan yang melampaui batas; Yazid bin Abi Muslim, gubernur Afrika Utara; Shalih bin Abdi Rahman. gubernur Irak; dan Aksaqafi, gubernur Andalus; serta Adi bin Arta’ah, gubernur Bashiah.
Menurut Hasan Ibrahim Hasan, Umar ibn Abdul Aziz dijuluki juga sebagai Umar II. Karena Ia memiliki kesamaan sikap, baik dalam hal keadilan maupun kesederhanaan (zuhud) Sebagaimana juga dikatakan oleh Philip K. Hitti, suatu pemahaman yang salah dan keliru bila Umar ibn Abdul Aziz dianggap sebagai Umar II setelah Umar I karena Umar II adalah cucu - keturunan dari garis ibu - dari Umar I. Tetapi bukan karena keadilan dan kesederhanaannya.
D. Kebijakan dan Reformasi Umar ibn Abdul Aziz
1. Kebijakan dalam Ilmu Pengetahuan (Hadits)
Pada masa Nabi Saw, hadits belum dikodifikasikan secara resmi sebagaimana al-Qur’an. Hadits masih merupakan hafalan para sahabat. Khalifah Umar ibn Khattab - Tsani al-Khulafa al-Rasyidin - sendiri tidak suka terhadap orang yang memperbanyak riwayat hadits tanpa ada saksi. Hal itu untuk menghindari pemalsuan hadits. Kemudian pada masa tabiin, muncul inisiatif untuk mengkodifikasikan hadits. Inisiatif ini di prakarsai oleh Umar ibn Abdul Aziz, khalifah Umayyah yang kedelapan. Akan tetapi ada yang berpendapat bahwa pengkodifikasian hadits secara resmi dimulai oleh Amir Mesir, Abdul Aziz bin Marwan, ayah Umar ibn Abdul Aziz sendiri. Namun masa itu masih bersifat interest pribadi. Sedangkan Umar ibn Abdul Aziz berusaha untuk kepentingan umum. Dengan demikian, Umar ibn Abdul Aziz-lah yang pertama secara resmi mengkodifikasikan hadits.
Pengkodifikasian hadits ini dilatarbelakangi rasa kekhawatiran hadits akan lenyap dan yang lebih utama adalah karena timbulnya hadits palsu. Untuk itu, Umar II memerintahkan kepada Abu Bakar bin Huzain (wali Madinah), Umroh bin Abdurrahman Al An Shariyah dan Al Qosim bin Muhammad bin Abu Bakar, serta kcpada seluruh warga negera untuk mencatat hadits. Di samping itu, Umar II juga mengintruksikan kepada seluruh penduduk untuk mempelajari hadits. Dengan kebijakan tersebut begitu besar sumbangan Umar II dalam usaha melestarikan hadits.
2.Kebijakan dalam Bidang Agama
Dalam usaha dakwah Islam, Umar II membuat kebijakan baru (new policy) di wilayah Khurasan dan Asia Tengah, Di Wilayah tersebut dibebaskannya beban pajak baik kharaj rnaupun Jizyab bagi muslim non Arab (Mawali) dan mereka diberi kedudukan yang sama dengan Muslim Arab. Ketika gubernur Mesir mengadu kepada khalifah Umar II tentang merosotnya penghasilan pajak yang telah ditentukan kepada rakyat, Umar II menjawab “Allah sent his, prophet as a missionary, not as a tax gatherer”. Ia juga melarang dikatakan bahwa : “Muhammad (SM) was sent to call men to the faith, not to circumcise them”. Pada waktu yang sama ia juga melindungi orang Kristen tetapi mereka - orang Kristen - tidak diizinkan untuk mendirikan kembali gereja mereka. Hal ini terbukti ketika orang Kristen Damakus memohon untuk diberikan kembali gereja St. John yang dirubah oleh Walid menjadi masjid. Umar II tidak dapat mengabulkan permohonan mereka. Akan tatapi, mereka di izinkan untuk tetap memakai dan memiliki gereja St. Thomas yang bukan milik mereka.
Ketika orang-orang Yahudi Najran mengadu kepada Umar II tentang pajak yang sangat berat. Umar II menurunkan upeti mereka dari 2000 potong manjadi 200 potong. Karena mayoritas dari mereka telah masuk Islam, sehingga jumlah meraka telah berkurang dari 40.000 menjadi 4.000. Sekalipun Umar II adalah seorang muslim ortodoks, Ia tidak melupakan belas kasihan dan keadilan bagi semua rakyat. Ia sangat toleran terhadap seluruh rakyatnya, tidak hanya kepada sesama muslim tetapi Juga pada orang-orang Kristen dan orang-orang Yahudi.
3. Reformasi dalam Bidang Politik dan Ekonomi
Suatu negara tidak akan berjalan dengan baik selama para penguasa bertindak sewenang-wenang penuh dengan kedzaliman. Semua aturan yang baik tidak akan berjalan mulus kalau pemegang aturan itu tidak baik. Oleh karena itu, faktor manusia sangat panting. Maka demi tegaknya kekhalifahan, Umar II membuat, kebijakan baru dengan memerintahkan para gubernur agar tidak seorang pun, kecuali orang-orang Islam diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan yang bertanggung jawab. Ia menetapkan kekuasaan pada orang muslim (bukan Arab sebagai basis). Sebagaimana teori ‘The Great Men” yang dikemukakan oleh Thomas Carlyle bahwa sejarah itu dibuat oleh orang-orang besar.
Umar II adalah seorang pengobar semangat perubahan (reformasi) dalam Islam. Ia, juga orang yang paling cakap di antara 14 khalifah Umayyah. Ia adalah khalifah yang tiada bandingannya, baik dari khalifah-khalifah sebelumnya maupun khalifah-khalifah sesudahnya dalam Daulah Bani Umayyah. Untuk itu layak bila Umar II dianggap sebagai Khamis al-Khulafa al-Rasyidin.
Sebelum Umar II diangkat menjadi khalifah, terjadi ketegangan antara suku Qays dan Kalb. Ketika Umar II menjabat khalifah, ketegangan antara kedua suku itu dapat diatasi. Selain itu, demi ketentraman dan kedamaian, Umar II memerintahkan agar peperangan-peperangan dengan kalangan non muslim dihentikan. Untuk menghindari peperangan, Umar II memerintahkan kepada panglima besar Musalama untuk menghentikan pengepungan Konstantinopel dan pulang ke Asia Kecil dan Syria. Umar II juga bersikap lunak terhadap kaum khawarij yang dipimpin Syauzab. Beliau memerintahkan kepada gubernur wilayah Hijaz agar tidak memerangi orang khawarij, kecuali bila mereka mengadakan kerusuhan. Namun begitu, setelah Umar II wafat, ketegangan di antara kedua suku itu semakin meningkat, ditambah lagi dengan ketegangan antara Muslim Arab dan Mawali.
Menurut al-Shaban, Umar II juga adalah seorang yang realistik dan tokoh yang fanatik. Sebelum, Ia diangkat menjadi khalifah, banyak tradisi buruk yang dapat memecah belah serta melemahkan persatuan umat Islam yang dirintis oleh Muawiyah yang kemudian diteruskan sampai khalifah Sulaiman, seperti cacian dan laknatan terhadap Ali ibn Abi Thalib di dalam setiap khutbah Jum’at. Padahal Ali adalah kerabat Rasulullah, kemenakannya, menantunya dan seorang pemuda yang pertama masuk Islam. Cacian dan laknatan itu tidak hanya di masjid Damaskus, tetapi juga di wilayah Hijaz. Hal ini menimbulkan dendam keluarga Syi’ah. Sehingga dari masa Muawiyah sampai Sulaiman, tidak adanya kedamaian di kalangan rakyat. Ketika Umar II menjabat khalifah, tradisi buruk itu dihapuskan. Kebiasaan melaknat Ali dalam setiap khutbah diganti dengan bacaan surat An Nahl ayat 90. Umar menjadikan mimbar masjid sebagai mimbar perdamaian. Semua itu dilakukan demi persatuan dan kesatuan Umat.
Pada masa Umar II, kedudukan Mawali sebagai penengah antara orang-orang Arab Muslim dan non Muslim diproklamirkan bahwa mereka ditempatkan pada kedudukan yang sama dengan orang-orang Arab. Di bawah pemerintahannya, orang-orang Mawali dibebaskan dari pajak-pajak kharaj dan Jizyah, dan dibuat konversi bahwa mereka dapat pensiun dari negara. Namun mereka dilarang membeli tanah di negeri-negeri asing. Sedangkan bagi para muallaf dibebaskan dari Jizyah, tetapi tetap membayar kharaj Hal ini merupakan stimulus yang besar terhadap orang-orang non muslim untuk masuk Islam. Dengan begitu, bagi muslim Arab dan Mawali dibebaskan dari semua bentuk pajak, kecuali zakat. Dalam administrasi pajak, Umar II berusaha merekonstruksi sistem yang pernah diperkenalan oleh Umar I. Inilah ciri baru dan mulia di dalam sistem pemerintahannya.
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, Umar II membuat aturan mengenai timbangan dan takaran, membasmi cukai dan kerja paksa, perbaikan tanah-tanah pertanian, irigasi, penggalian sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan dan menyediakan tempat-tempat penginapan bagi musafir.
Dengan demikian, pada masa pemerintahannya yang singkat itu Umar II berusaha mementingkan kepentingan umum (rakyat) daripada kepentingan pribadinya. Hal ini terbukti dengan kehidupannya yang sederhana, berbeda ketika Ia menjabat gubernur Madinah yang hidup penuh dengan kekayaan dan kemegahan.
E. Kesimpulan
Umar ibn Abdul Aziz adalah seorang khalifah Umayyah yang memiliki kepribadian yang baik. Ia seorang yang saleh, jujur, sederhana, dan teguh dalam pendirian. Ia adalah seorang yang memiliki moral dan spiritual yang sekaliber dengan empat khalifah pertama (Khulafa al-Rasyidin). Selain itu, ia juga seorang pengobar semangat perubahan dalam Islam (reformer). Dalam masa pemerintahannya yang singkat, ia berusaha menghidupkan kembali pola (sistem) pemerintahan Khulafa al-Rasyidin terutama dalam masalah pajak. Pada masanya tidak ditemukan pertumpahan darah, intrik (tipu daya) dan penghianatan. Kehidupan rakyat penuh dengan keadilan dan kemakmuran. Sehingga layak bila kaum muslimin menganggap ia sebagai Khamis al-Khulafa al-Rasyidin.

DAFTAR PUSTAKA

Ali. K. A Studies of Islamic History, New Delhi: ldarah Adabiyah Delli, 1981.
Al Shaban, Islamic History, New York: Combridge at the University Press, 1971.
Bockelrnann. Curl. History of the Islainic Peoples. London and Hanley; Routledge and Kegan Paul, .1.948.
Encyclopedia Americana International Edition, Vol.27, Connecticut; Grolier Incorporated, 1992.
Endress, Gerhard. An Introduction to Islam, Trans. Carole Hillenbrand, New York: Columbia University Press, t t.
Esposito, John L. (ed). The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, Vol.4, New York: Oxford University Press, 1995.
Grunebaum, G.E. Von. Classical Islam: A history 600-1258, Trans. Katherine Watson, Chicago: Aldine Publishing Company, 1970.
Hasan, Ibrahim Hasan. Tarikh al Islami al-Siyasi wa al-Din wa al-Tsaqofi wa al-Ijtimai, Mesir: Maktabah al Nahdah, 1974.
Hitti. Philip K. History of the Arabs. tanpa kota: The Macmillan Press Ltd, 1974.
Ibn Atsir, Al-Kamil fi Tarikh, Jilid IV, Beirut: Dar Sodir, 1385 H/1975 M.
Lapiduc, Ira M. A History of Islamic Societies. New York: Cambridge University Press, 1988.
Mahmudunnasir, Syed. Islam its Concepts and History, New Delhi: Kitab Bhavan, 1981.
Muir, Sir William. The Caliphate its Rise, Decline, and Fall, London: Darf Publishers Ltd, 1984.
Nodwi, Abu Hasan Ali, Islam and The World, Lucknow: Academy of Islamic Research and Publications, 1980.
Nasution. Harun (ed). Ensiklopedi Islam, Jilid III, Jakarta: Departemen Agama RI, PTA/lAIN Jakarta, 1987/1988.
Syalahi, Ahmad. Al-Tarikh al-Islami wa Hadharah al-Islamiyah, Juz II, Mesir: Maktabah al Nahdlah, 1978.
Tim. Al-Our’an dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Semarang: Toha Putra, 1989.
Zaydan’s, Jurji. History of Islamic Civilization, Trans. D.S. Margoliouth, New Delhi: Kitab Bhavan, tt.

Negara Indonesia dalam Konstelasi Tata Dunia Baru: Suatu Tinjauan Sosio-Politik, Ekonomi dan Pendidikan

 Goresan : Sukrin Thaib

A. Perjalanan Bangsa Indonesia: Suatu Tinjauan Sosial, Politik dan Ekonomi
Dalam perjalanan sejarah suatu bangsa tentu tidak luput dan pasang dan surut. Ada saat bangsa itu java, ada pula saat mundurnya. Hal ini tergantung dan kondisi sosial, politik dan ekonomi bangsa itu sendini. Manakala suasana politik stabil, kondisi sosial aman dan tentram, dan didukung dengan perekonomian yang memadai, maka dapat diibaratkan sebuah bangsa ini sedang dalam kemajuannya. Namun sebaliknya, jika budaya politik sedang keadaan labil, masyarakat sedang dirundung duka akibat kerusuhan yang tidak ada henti-hentinya sebagai akibat dari akumulasi krisis yang berkepanjangan, maka dapat dikatakan sebuah bangsa itu sedang menuju kehancuran, bahkan bisa jadi menuju pada kehancuran.
Tulisan ini berupaya menelusuri perjalanan sebuah bangsa dalam konteks masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Paparan singkat dari tulisan ini, setidaknya dapat memberikan sumbangsih peinikiran bagi bangsa Indonesia dalam menapaki masa depan.
1. Bangsa Indonesia dalain Tataran Historis
Bangsa Indonesia yang penduduknya sangat pluralis akan etnis, budaya, bahasa, suku adat istiadat serta agama, dalam perjalanan sejarahnya senantiasa mengalaini maju-mundur dalam setiap aspek kehidupan, baik politik maupun sosial terlebih ekonomi. Dalam bidang politik, kenyataan itu dapat dilihat dari pergantian kekuasaan sejak berbentuk kerajaan sampai berbentuk republik. Bila fenomena itu dicermati secara seksama, maka dapat ditemukan bahwa dalam setiap pergantian penguasa selalu saja terjadi pertumpahan darah. Hal ini mengidentifikasikan bahwa pendidikan politik bangsa dari dulu sampai sekarang belum dewasa. Sebagai bukti, ketika sukses kepeinimpinan dari Soekarno ke Soeharto diwarnai dengan terbunuhnyapara jenderal dalam peristiwa G 30 S/PM. Demikian pula ketika terjadi pergantian kepeinimpinan Soeharto ke Habibie, dihiasi dengan lumuran darah mahasiswa yang dikenal sebagai pahlawan reformasi.
Sekalipun dalam persoalan politik bangsa selalau disemarakkan dengan pertumpahan darah, namun dalam kehidupan sosial masyarakat terlihat aman, tentram dan damai. Maksudnya, pergolakan itu hanya terjadi di kalangan elit politik, sementara masyarakat tidak terlibat di dalamnya. Sebagai indikasinya adalah hidup rukun dan damai antar sesama pemeluk agama. Tidak adanya pertengkaran antar suku, antar budaya dan antar bahasa, terutama antar agama. Pantaslah bila di mata dunia internasional masyarakat Indonesia terkenal ramah dan toleran.
Kondisi yang aman dan tentram itu tentu tidak dapat dilepaskan dan pembangunan ekonomi yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil perkembangan ekonomi dengan banyaknya gedung-gedung pencakar langit, di samping sarana dan prasarana yang lain dalam menunjang kesejahteraan masyarakat secara luas. Dari prestasi geinilang yang dicapai Soeharto itu, wajar bila ia disebut sebagai Bapak Pembangunan.
2 Fenomena Indonesia Masa Kini
Sebagai akibat dari praktek kolusi, korupsi dan nepotisme yang menjalar pada pat-a petinggi, mengkristal menjadi akumulasi krisis (krisis moneter, ekonomi dan kepercayaan) berkepanjangan yang melanda bangsa Indonesia menjadikan masyarakat yang dulunya memiliki karakter ramah dan toleran, berubah menjadi masyarakat yang kejam dan bengis. Nampaknya masyarakat sudah kehilangan kendali moral dan terkesan sangat biadab. Hal ini dapat dilihat dari maraknya berbagai macam kerusuhan, pembakaran, pembunuhan pemerkosaan dan perbuatan-perbuatan tercela lainnya di beberapa tempat di buini pertiwi tercinta ini.
Kenyataan tersebut semakin diperparah lagi, ketika pemerintah kurang tanggap dan tidak sanggup memecahkan persoalan-persoalan yang muncul secara tepat Sehingga pemerintah kelihatannya sudah tidak mampu lagi mengayoini masyarakat Indonesia yang sangat majemuk ini. Konsekuensi logis dan kelembagaan pemerintah dalam menangani gejolak yang muncul dan agenda politik yang tidak menentu, mengakibatkan beberapa daerah ingin mendapatkan otonoini luas, bahkan tidak menutup kemungkinan untuk memerdekaan din, seperti yang diininta Timor-Timur dan Aceh belum lama ini.
3. Prediksi Masa Depan
Badai krisis moneter, ekonomi dan krisis kepercayaan yang melanda bangsa tidak akan pernah berakhir bila kultur politik tidak kunjung stabil dan kondusif. Untuk itu, pemilu yang dianggap sebagai pesta demokrasi harus mendapatkan perhatian serius dan dukungan semua pihak agar berjalan baik dan lancar. Bila pemilu berjalan secara adil, jujur dan transparan, maka harapan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa sebagai aspirasi rakyat dapat tercipta. Karena pemilu merupakan pijakan dalam upaya membentuk pemerintahan baru yang demokratis konstitusional.
Dari pemerintahan yang bersih dan berwibawa, maka akan terciptalah kehidupan masyarakat yang adil dan makrnur. Dengan pemerintahan seperti itu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan terjainin. Cerinin pemerintahan yang baik adalah tidak membedakan etnis, suku bahasa dan agama yang ada, melainkan selalu memprioritaskan persatuan dan kesatuan bangsa deini kejayaan suatu bangsa.
Dengan stabilitas politik yang baik dan pemerintahan yang berwibawa, setidaknya krisis ekonomi yang selama ini melilit kehidupan rakyat dapat diatasi. Akhirnya, jadilah bangsa yang unggul dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam kancah keperinimpinan global.
Dari tulisan yang singkat ini dapat disimpulkan bahwa apabila pemilu sebagai “pesta demokrasi” dapat berjalan dengan adil, jujur dan transparan, maka dapat dipastikan perjalanan bangsa menuju Indonesia baru dapat terwujud.
B. Peranan Sumber Daya Alam (SDA) Bagi Peningkatan Ekonomi dalam Menghadapi Persaingan Global
Dalam menyongsong pasar bebas, negara-negara di dunia tidak hanya dapat mengandalkan kecanggihan dan keunggulan di bidang teknologi industri sebagai pemasok hasil produksinya ke negara-negara berkembang, akan tetapi juga mereka harus sarat akan sumber daya alam yang mensuport bagi keberlangsungan industrinya.
Namun ironisnya, negara-negara maju yang memiliki modal besar dengan teknologi yang canggih itu tanpa ditopang sumber daya alam yang memadai. Dalam negara Asia, Jepang misalnya, secara ekonomis lebih maju dibandingkan negara-negara Asia lainnya sekalipun sumber daya alamnya boleh dikatakan sangat minim. Begitu pula dengan negara-negara maju lainnya seperi Perancis, Inggris dan Jerman yang hanya memiliki luas wilayah cukup kecil dengan jumlah penduduk yang tidak begitu padat mengindikasikan bahwa tersebut tidak memiliki sumber daya alam yang baik.
Tulisan ini secara arif berusaha memberikan kontribusi yang besar, terutama bagi negara-negara berkembang yang memiliki aset sumber daya alam yang melimpah sebagai bekal berharga untuk mampu bersaing dengan negara-negara maju dalam momentum “pasar hebas”.
1. Sumber Daya Alam yang Melimpah
Bagi negara-negara berkembang, sumber daya alam merupakan salah satu komponen sektor perekonomian yang paling urgen dibandingkan sektor industri. Realita ini didasarkan para mata pencaharian di negara berkembang secara garis besar diperoleb dan basil pertanian.
Indonesia misalnya, yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian petani sangat tidak relevan bila dikembangkan teknologi industri tingkat tinggi. Hal ini terbukti dengan perekonomian di masa orde baru yang hanya mementingkan elit ekonomi dan pelaku bisnis kelas kakap yang bergerak di bidang jasa-jasa dengan modal pas-pasan. Sementara ekonomi kerakyatan dengan berbasis pertanian kurang begitu mendapat perhatian serius. Dampaknya, ketika bangsa dilanda krisis yang berkepanjangan baik krisis moneter maupun krisis ekonomi, kehidupan masyarakat menjadi terombang ambing. Hal ini karena basis ekonomi tidak berakar, melainkan hanya fatamorgana. Kelihatan nampak begitu gagah dan kuat tapi substansinya keropos. Dengan kata lain, penyebab rapuhnya tatanan ekonomi itu sebagai akibat dan kelengahan pada penentu kebijakan disektor pertanian yang hengkang darn tradisi yang ada.
2. Luasnya Wilayah Indonesia
Indonesia yang merupakan negara kepulauan, pada hakekatnya kaya akan sumber daya alam, baik flora, fauna, tambang dan lainnya. Hamparan luas dari kepulauan Indonesia dengan dikelilingi lautan itu sebagai bukti begitu besar sumber daya alam yang diiniliki bangsa Indonesia Di sadari atau tidak, sumber daya alam yang melimpah ruah itu adalah aset yang representatif dan marketable dalam rnemberdayakan bangsa di masa depan guna peningkatan ekonomi pada káncah persaingan global.
Sekalipun demikian, sangat disayangkan karena kekayaan sumber daya yang melimpah itu belum terjamah oleh anak bangsa secara totalitas untuk pemberdayaannya, terutama bagi kernajuan bangsa di mata dunia. Kenyataan ini dapat lihat dari kurangnya minat anak bangsa untuk menggali dan meningkatkan hasil bumi dengan penggunaan teknologi canggih. Mereka lebih suka meniru keberhasilan yang dicapai negara lain dengan langsung mengadopsinya tanpa menoleh ke belakang dan mencermati secara mendalam akan sumber daya alam yang tersedia sebagai pijakan peningkatan ekonomi. Implikasi dari sikap tersebut tentunya membuat sumber daya alam yang begitu besar tidak terrnanfaatkan dengan baik. Kenyataan ini dapat dilihat dari banyaknya wilayah yang masih terlantar dan tidak produktif
Terkadang bangsa Indonesia kurang mampu melihat peluang, aset dan potensi yang ada sebagai senjata ampuh dalam peningkatan kualitas perekonomian bangsa di hadapan negara-negara lain. Bila saja kekayaan sumber daya alam ini tidak mendapatkan porsi yang optimal dan pemerintahan baru, maka Indonesia sebagai salah saw bangsa di dunia tidak akan mampu bersaing dalam meraih kepemimpinan terutama di bidang ekonomi khususnya di Asia, terlebih dunia. Padahal secara geografis Indonesia sangat strategis dan berpontensi.
3. Pemberdayaan SumberDaya Alam Secara Optimal
Optimalisasi dan maksimalisasi pemberdayaan sumber daya alam memasuki milenium III merupakan salah satu agenda mendesak pemerintahan baru sebagai upaya terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT. Terlepas sektor politik juga dibegitu dominan dalam menentukan arah dan kebijakan di bidang ekonomi. Karena bagaimanapun, sumber daya alam merupakan modal berharga bagi negara berkembang untuk mampu menyarnai negara-negara maju. Dengan kata lain, ada kelebihan dan keunggulan yang dimiliki suatu bangsa, sekalipun secara teknologi industri masih terbelakang. Namun begitu, inisiatif untuk pemberdayaan SDA merupakan langkah maju dan lompatan yang signifikan bagi perubahan dan mentalitas ekonomi tradisional menuju tatanan ekonomi yang modem dan terdepan.
Langkah pemberdayaan SDA tidaklah berhasil secara maksimal bila tidak dibarengi dengan perubahan arah kebijakan ekonomi yang telah mapan. Dalam artian, mau tidak mau, suka tidak suka bagi pemegang kebijakan untuk merubah orientasi perekonomian yang bersifat industrialisasi menuju pertanian. Paradigma ini dilandasi oieh mayoriras penduduk Indonesia masih memegang teguh pertanian sebagai mata pencaharian doininan dan terpercaya.
Dari pemaparan yang begitu simpel dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Sumber Daya Alam yang melimpah bukanlah satu-satunya tolok ukur bagi peningkatan ekonomi suatu bangsa manakala hal itu tidak diberdayakan secara optimal dan penuh kesungguhan serta ditunjang dengan teknologi yang baik.
C. Ketahanan Nasional sebagai Sendi Kehidupan Suatu Bangsa dan Negara
Ketahanan Nasional merupakan sesuatu yang fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa ketahanan nasional, kehidupan suatu masyarakat senantiasa dihinggapi oleh ketidaktengangan dan ketidak tentraman. Penyebab ketidaknyamanan itu tidak lain adalah berbagai tantangan yang menghadang, baik tantangan yang berasal dari dalam (internal) maupun dan luar eksternal). Sebagai bukti, maraknya berbagai macam tindakan-tindakan yang a moral seperti pembakaran, penjarahan, pembunuhan, pemerkosaan, pemboman tempat ibadah dan yang sedang trend adalah bentrokan antar partai sebagai pertanda kurang dewasanya masyarakat Indonesia dalam berpolitik. Sementara tantangan dari luar adalah intervensi bangsa-bangsa yang memiliki “power” dengan dalih sebagai polisi dunia.
Tulisan ini berupaya secara kritis mengungkapkan misteri tentang urgensi dan kontribusi ketahanan nasional bagi kemajuan dan kejayaan suatu bangsa dan negara.
1. Urgensi Ketahanan Nasional
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ketahanan nasional merupakan sesuatu yang urgen, kenapa demikian ? karena ketahanan nasional adalah basis awal bagi pembangunan suatu bangsa ataupun negara. Dalam artian, pembangunan pada segala sektor seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya serta agama, dapat dicapai manakala ketahanan nasional mendapat skala prioritas. Untuk mencapai ke arah itu, tentu dengan jalan mengeyampingkan pluralitas yang ada dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Apalagi dalam konteks bangsa yang sedang menghadapi pemilu bulan Juni 1999 mendatang, ketahanan nasional merupakan sesuatu yang substansi. Dapat dibayangkan, bila suatu negara yang akan melangsungkan pesta demokrasi, keadaan masyarakatnya tidak nampak bidup rukun dan damai, melainkan saling bentrok dan saling bunuh satu sama lain. Effeknya adalah menimbulkan disintegrasi bangsa. Bisa saja yang dulunya suatu warga itu dapat hidup saling berdampingan, akan tetapi manakala kepentingan pribadi dikedepankan, mereka menjadi lupa akan hakekat dan bidup bermasyarakat.yang harus senantiasa menghargani dan menghonnati sam sama lain. Fenomena tersebut diperparah lagi bila lahir para “provokator-provokator” ulung yang sengaja mengadu domba masyarakat Apalagi realita itu dibiarkan begitu saja, maka diprediksikan bahwa eksistensi suatu bangsa atau negara itu akan punah. Oleh karena itu, sebagai kaum intelektual ataupun kaum terpelajar, seyogyanya bila mengkaji secara komprehensif mendalam, dan obyektif akan fenomena yang aktual dalarn rangka menciptakan ketahanan nasional.
Penciptaan kondisi yang kondusif bagi ketahanan nasional adalah rasa patriotisme yang tertanam di hati sanubari rakyat. Rasa memiliki terhadap bangsanya ini, setidaknya dengan baur cinta akan tanah kelahirannya.
2 Ketahanan Nasional dan Pemberdayaan Umat
Pada hakikatnya ketahanan nasional ini sangat terkait dengan pemberdayaan umat. Suatu komunitas dapat melakukan kegiatan kesehariannya dengan aman dan tentram, bila ketahanan nasionalnya terjainin. Sebaliknya, kegiatan tidak berjalan sebagamana mestinya manakala kondisi sedang ditimpa dengan berbagai kerusuhan dan bentrokan antar warga.
Sebagai upaya menyikapi dan menyiasati problematika tersebut, langkah yang paling ampuh, antara lain adalah sikap egaliter dan toleran. Dengan sikap egaliter, masing-masing suku, budaya, bahasa dan adat, terlebih agama, mendapatkan kedudukan yang sama di hadapan hukum. Tidak ada salahnya suku ataupun agama, dipandang lebih baik dan mulia dibanding yang laini. Kesejajaran dan proporsionalisasi ini mestinya dikembangkan dan diberdayakan keberadaannya.
Adapun sikap toleran, sangat signifikan dalam mewujudkan kehidupan yang rukun, damai dan tentrani. Dengan sikap itu, suatu golongan tidak mengklaim golongannya paling benar di antara yang lain. Bahkan dengan cepatnya menyalahkan orang lain. Refleksi dari kesadaran yang mendalam akan tolerasi im adalah kemampuan mencermati relaita yang ada sebagai sunnatullah (hukum alam). Dengan kata lain, bahwa perbedaan yang timbul itu karena gejala alamiah, maka dari itu perbedaan bukaniah penghalang bagi kemajuan, melainkan aset dan potensi yang berharga bagi pemberdayaan umat.
Secara politis, ketahanan nasional sangat bermanfaat bagi supra struktur dalam upaya menggelindingkan agenda kerjanya guna kesejahteraan infra struktur. Sehingga secara ekonomis, masyarakat dapat begitu mudahnya mengolah modalnya bagi peningkatan taraf hidupnya. Tentu, karena pada tataran sosiologis, terjadi interaksi yang simulan dan resiprokal antara kedua belah pthak. Konsekuensi Iogisnya, kehidupan masyarakat dalam multi aspek dapat berjalan dengan lancar sesuai rencana dan harapan.
Dari uraian yang singkat ini dapat disimpulkan bahwa ketahanan nasional merupakan sesuatu yang aktual dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
D. Negara Bangsa dalam Perspektif Global
Tampaknya dalam mengatasi segala macam problematika yang terjadi di suaru negara, baik yang berkenaan dengan politik, sosial, ekonomi maupun kependudukan, tidak dapat dilepaskan dari kaca mata global. Kenapa demikian ? Karena batas-batas kebangsaan mulai luntur dengan semakin canggih dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi. Sehingga apapun yang terjadi pada suatu negara, akan diketahui oleh negara lain dalam waktu sekejap. Dalam artian, kerahasiaan suatu negara kelihatannya sudah tidak dapat ditutup-tutupi lagi.
Meresponi gejala wacana global, setidaknya dibarengi dengan pemberdayaan (empowerment) Sumber Daya Manusia SDM khususnya dan masyarakat secara luas dalam segala ini kehidupan. Apalagi pemberdayaan semua itu diabaikan, dapat dibayangkan eksistensi suatu bangsa atau negara dalam menghadapi arena pertarungan untuk memperebutkan kepemimpinan global akan tenggelam, bahkan musnah di “mangsa” zaman.
1. Sosok Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan dalam Persaigan Global
Dalam konteks era informasi dan komunikasi set-ta “pasar bebas” pada kancah persaingan global, tentu dibutuhkan sosok Sumber Daya Manusia (SDM yang berkualitas, profesional dan mandiri. Ujud nyata dari sosok SDM tersebut, setidaknya merniliki beberapa kriteria. Pertama, memiliki wawasan yang luas, baik dalarn wacana kebangsaan maupun wacana internasional dengan pendekatan multidimensional. Dalam artian, men,iliki .pemahaman yang komprehensif terhadap berbagai bidang diharapkan keilmuan seperti agama, politik, ekonorni, sosial dan budaya. Sehingga diharapkan sanggup memberikan penilaian yang obyektif terhadap sesuatu permasalahan. Akhiniya dalam setiap kebijakannya akan senantiasa berlaku toleran dan egaliter,, yakni memberikan kemaslahatan kepada semua kalangan.
Kedua, memiliki profesionalisme. Dengan profesionalisme, sosok sumber daya manusia akan mampu bersaing dan diperhitungkan dalam tata dunia barn. Karena mereka memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh yang lain.
Ketiga, skill (keahlian/kemampuan). Sebagai antisipatif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era informasi ini, SDM perlu memiliki kemampuan di bidang komputer dan alat-alat elektronik modern lainnya. Sehingga senantiasa mendapatkan informasi yang aktual dan berasal dari sumber primer.
Keempat, kemampuan bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi harus dimiliki SDM agar ia mampu melakukan relasi dengan negara-negara tetangga balk dalam skala regional rnaupun skala global, khususnya kemampuan bahasa Inggris sebagai bahasa intenasional
Kelima, akhlakul karimah. Akhlak sangat signifikan dalam perkembangan intelektualitas, karena dengan kendali akhlak, maka kadar intelektualitas tidak akan terjebak pada lubang-lubang korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Dan kelima. komponen tersebut, mérupakan sumbangsih awal dalam rangka memberikan sosok SDM yang mampu bersaing dalam kancah global. Tentu hal ini adalah langkah berani dalam menentukan kriteria bagi sosok SDM masa depan.
2. Urgensi ASEAN dalam Persaingan Global
ASEAN sebagai asosiasi negara-negara di Asia tenggara pada hakekatnya memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan dan kemakmuran masyarakat, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Sehingga pemberlakuan sistem “pasar bebas” di kawasan Asia Pasifik nampaknya menjadi momok bagi sebagian besar negara-negara ASEAN karena belum kokohnya perekonomian di wilayah tersebut. Namun begitu, bukan berarti ASEAN masih berdiam diri dan mengundurkan diri dari kancah global dalam menghadapi tantangan itu.
Konsekuensi dari pemberlakuan sistem “pasar bebas” itu pada hakekatnya telah membangkitkan kesadaran negara ASEAN dari tidur nyenyaknya, dimana para pelaku ekonomi, mau tidak mau, suku atau tidak suka, siap atau tidak siap, harus melakukan berbagai t&oboson dan menyamakan langkah dalam mengefektifkan kerjasama permodalan atau investasi dan perdagangan. Bila dikaji secara mendalam, langkah ini secara konsepsional sangat mungkin menjadi tonggak yang stategis daam menghadapi kompelitor dari maupun, sekalipun lawan bisnisnya adalah atau daya ekonomi.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan hahwa keberadaan ASEAN sangat urgen dalam menjalin kerjasama bilateral dan internasional dengan negara-negara lain dalam wacana global. Karena bagaimana pun, kondisi lingkungan sudah membutuhkan respon yang posifif dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara khususnya yang termasuk dalarn ASEAN.
3. Kiprah OrganisasiASEANdalani Persaingan Global
Keberadaan organisasi ASEAN di tengab masyarakat dunia pada hakekatnya punya andil yang besar. Apalagi dalam era perdagangan bebas yang tentu punya konsekuensi logis terhadap kebebasan dalam menjalin kerjasama investasi dan perdagangan dengan siapapun, tidak melihat apakah ia negara miskin atau negara adidaya-asal menguntungkan. Keterbukaan kerjasama dalam hal perekonomian tidak terbatas hanya pada negara miskin-negara maju, akan tetapi dapat juga antara negara miskin-negara miskin.
Lebih-lebih, dengan masuknya Kamboja sebagai salah bagian dan organisasi ASEAN, agaknya akan memperkokoh posisi ASEAN di arena pertarungan ekonorni dunia. Sekalipun secara organisatoris ASEAN hanya memiliki komitmen regionalistik, namun dalam langkah operasionalisasinya memiliki wacana global. Dalam artian, terhuka kerjasama dengan negara-negara luar yang membutuhkan jalinan ke.rjasama dalam rangka pemberdayaan ekonomi.
4. Trend Demografi dan Kependudukan dalarn Perspekrif Global
Gencarnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, rasanya tidak menekan gejolak problematika yang dihadapi penduduk di kawasan dunia. Seperti kebutaaksaraan, penyakit, kelaparan, kemiskinan, sengketa politik, pelayanan kesehatan, pengangguran, air dan kebebasan kemanusiaan. Nampaknya seiring dengan laju pertumbuhan penduduk semakin menbludak,problem-problem tersebut selalu menggejala dan dianggap sebagai sesuatu yang aktual.
Ironisnya, dalam konteks pasar bebas, laju pertumbuhan penduckik merupakan trend suhordinat dalam sektor perekonomian. Karena dengan semakin banyaknya jurnlah penduduk, rnaka pangsa pasar (konsumen) semakin terbuka lebar. Kondisi tersebut sangat menguntungkan bagi negara yang memiliki jumlah penduduk mayoritas. Terlebih bila negara itu mampu menjadi produsen bagi negerinya sendiri, yang pada akhirnya produksi-produksi dan luar tidak memiliki daya jual tinggi. Sekalipun demikian, jumlah penduduk yang mayoritas bila tidak diimbangi dengan sumber daya manusia yang berkualitas, maka eksistensinya akan sia-sia.
5. Nilai dan Visi HAM, Etika dan Gagasan Barn
Dalarn mencermati maraknya kejahatan-kejahatan yang terjadi dalam wacana dunia, HAM, etika dan gagasan baru memiliki peran penting untuk meresponinya. Pada tataran ini, dibutuhkan suatu nilai dan visi HAM, etika dan gagasan baru yang relevan dengan perubahan dan perkembangan zaman.
Dewasa ini, fenomena yang banyak disoroti pada tata dunia barn, tidak lain adalah dominasi global negara-negara elit atas negara-negara miskin. Di mana negaranegara lemah dan miskin mengalaini ketertekanan dan ketertindasan oleh negara adidaya dalam segala dimensi hidup seperti ekonomi, politik, budaya dan komunikasi. Secara ekonomis, negana-negara miskin termarginalisasi akibat dan ganasnya “pasar bebas”. Tidak hanya itu, ternyata kemiskinan juga berkaitan langsung dengan masalah hak politik. Bangsa-bangsa miskin tidak berada pada posisi dapat menjalankan hak berekspresi secara bebas dalarn arena internasional, khususnya manakala mereka terhhit hutang.
Atas dasar ito, kehadiran HAM di tengah anus hiruk pikuknya ketidak manusiawan, therupaka instrumen yang handal untuk menanggulanginya. Secara politis, HAM berupaya menghilangkan rasa ketakutan bagi negara-negara miskin untuk men uarakan suara had nuraninya. Begitu pula dalam konteks rniliter, yang pada umumnya negara miskin takut dengan kekuatan bombasds dan otoriterianisme negara adidaya. Sementara dalam dirnensi inforrnasi dan budaya, HAM berusaha mendobrak batas-batas kemerdekaan bagi mayoritas besar umat manusia di dunia.
Sekalipun secara konstitusional HAM hanyalah memiliki kompetensi dalam hak sipil dan politik dengan memberi prioritas sedikit kepada hak ekonomi, sosial dan budaya, akan tetapi kelihatannya HAM dengan nilai dan visi kemanusiaannya dipaksa untuk intervensi terhadap hak-hak apa saja yang berkenaan dengan ketertindasan. Maka dan itu, sangatlah tidak proporsional manakala kdsis lingkungan dengan segala atnibutnya harus dipecahkan dengan perspektif regional. Bertolak dari kenyataan tersebut, HAM dalam segala langkah pikir dan tidak mesti mendunia. Dengan kata lain, bagaimana pemberantasan kemiskinan, penyakit, dan kebutaaksaraan dapat dilenyapkan dari muka buini, jika tidak ada usaha pada level, globaL Dalam artian, penanggulangan diskriminasi etnik dan kekerasan rasial atau penindasan politik dan kecenderungan otoriter harus didekati dengan upaya global.
Untuk menghindari kejahatan-kejahatan negara adidaya, pemberdayaan etika sangat diperlukan. Karena etika memberikan onientasi yang mampu membedakan antara yang hakiki dan yang nisbi, dengan demikian akan tetap sanggup untuk mengambil sikap yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan etika, dapat menghadapi ideologi-ideologi dengan secara kritis dan obyektif dan untuk membentuk penilaian sendiri. Artinya tidak menjadi sesuatu itu menjadi naif dan ekstrem.
Bertolak dari fenomena di atas, gagasan baru dengan visi barn perlu digelindingkan, sepeth pandangan keseluruhan humanitas (umat manusia dan kemanusiaan) sebagai sebuah keluarga yang utuh. Realisasinya dengan jalan mengubah hubungan sosial yang kaku, mentransformasikann struktur sosial egaliter, dengan dunia yang adil dan seimbang, di mana setiap orang mendapatkan hak dan tanggung jawab dengan martabat kemanusiaan yang inheren.
Apa yang dapat disimpulkan dan pemaparan di atas, tidak lain adalah bahwa dalam dunia yang semakin mengglobal, strategi dan langkah yang jitu dalam memahami dan mendekati segala problematika yang terjadi, hanya dengan perspektif global. Agar mendapatkan basil yang totalitas dan dapat dipertanggungjawabkan.
E. Pendidikan dalam Tin jauan Global
Pendidikan pada hakekatnya merupakan wahana dalam upaya “pendewasaan” manusia. Hal liii berkenaan dengan realitas bahwa manusia adalab manusia paedagogik, yaitu rnakhluk Tuhan yang dilabirkan membawa potensi dan kapasitas untuk dididik dan dapat mendidik. Sehingga manusia dengan fasilitas yang dimilikinya berupa daya nalar, kecakapan dan skill dapat memberdayakan dirinya, tidak hanya dalam tataran kemanusiaan, bahkan pada alam sekitamya.
Sekalipun demikian, apabila anugerah yang dilimpahkan Tuhan itu tidak diberdayakan secara optimal dan berkesinambungan, niscaya kehidupan manusia di muka buini banyalah sebuah rutinitas yang hampa makna. Bahkan dapat saja menghancurkan eksistensi manusia. Berpijak dari realita tersebut, pengembangan daya nalar, kecakapan dan skill senantiasa hanya dapat dicapai, salah satunya adalah dengan jalur pendidikan, baik formal maupun non formal.
Tulisan ini secara jernih ingin menelusuri konstalasi pendidikan dalam perspektif global sebagai upaa mencari format barn bagi pendidikan masa depan.
1. Visi Péndidikan dalam Tantangan Perspcktif Global
Di tengah gelombang dan arus krisis ekonomi dan kepercayaan, terlebib krisis kultural dan spiritual berkat pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi yang tanpa kendali, yang menjelma pada sistem komunikasi modem yang berdampak pada perubahan sosial, efekflvitas dan efisiensi pendidikan perlu didekonstruksi secara matang dan profesional. Realita tersebut, paling tidak sebagai akibat dari kurang akuratnya perspektif dan orientasi, atau secara lebih luas visi yang tidak terilustrasi baik. Pendidikan yang selama ini berjalan, dapat dikatakan hanya menciptakan manusia-rnanusia yang merugikan manusia lain. Sepertinya telah terjadi dehurnanisasi dalam manusia modern. Mereka kelihatannya sudab kehilangan jati dya sebagai makhlik Tuhan yang paling mulia dan sempurna di muka buini.
Penyebab iw semua tidak lain adalah visi pendidikan yang kurang jelas. Sebagai bukdnya, pendidikan yang berkembang selama ini lebih memprioritaskan aspek kognirif (inrelektuahtas) semata, dan terkesan mengabaikan aspek affektif dan psikomotor sebagai penvujudan dan intelektualitas. Atau dengan istilah lain, visi pendidikan hanya terpaku pada pemenuhan kebutuhan yang sifatnya materi, dengan rnengabaikan aspek spiritualitas. Dalam artian, pendidikan lebih diorientasikan untuk menciptakan tenaga kerja, bukan pemberdayaan jasmani dan rohani. Untuk itu, kultur materialistik yang semakin melembaga itu sepatutnya dikaji ulang dengan rnenggunakan pendekatan multidimensi.
Lebih-lebih dalam menghadapi pergeseran nilai kultural dan krisis spiritual yang tradisional pada dunia kehidupan, yang belum mendapatkan wadah representatif maka proyeksi dari visi pendidilcan harus tertuju pada “kemaslahatan umat” dengan menerapkan perspektif dan orientasi barn yang fleksibel dengan tuntutan dan perubahan zaman.
Dalam hal ini, visi pendidikan yang perlu dikembangkan dalam rangka persaingan global pada millenium III mendatang hendaknya mengacu pada dua fenomena perkembangan yang terkandung pada sosok manusia, yaitupertama, potensi psikologis dan paedagogis, yang mempengaruhi manusia menjadi sosok pribadi yang berkualitas. Kedua, potensi pengembangan hidup manusia secara horizontal sebagai khalifah Allah di muka buini yang dinainis dan kreatif serta responsif terhadap lingkungan sekitar.
Untuk mencapai ke arah itu, tentu dibutuhkan upaya yang optimal dan berkesinambungan, yakni pendidikan yang sistematis dan terencana berdasarkan perspektif dan wawasan indisipliner dan wawancara internasional. Karena manusia di era sekarang semakin terlihat dalam kancab persaingan global yang kian kompleks. Globalisasi dan kompleksitas yang sedang rnenggejala ini mengindikasikan adanya interelasi dan interaksi huburigan negara ban gsa semakin dekat.
Dalam rangka menyikapi dan meniasati fenomena tersebut, pendekatan pendidikan harus selalu adaptif yaitu disesuaikan dengan tuntutan zaman dan tempat tanpa meninggalkan hakekat pendidikan im sendiri. Sehingga pendidikan akan terus dapat diterima dan tetap laku di tengah-tengah gemuruhnya kehidupan. Apabila langkah itu ditempuh, maks pendidikan sebagai wahana “pendewasaan” akan tetap eksis dan kompeten dalam perkembangan secara dinamis dan kontruktif menuju masa dcpan yang cerah dan geinilang. Dengan kata lain, visi pendidikan seyogyanya tetap berpijak pada aspirasi masyarakat dengan tujuan pemberdayaan umat menuju kehidupan yang madani.
2. Sosok Tenaga Kependidikan dalam Kancah Persaingan Global
Dalam era informasi dan kornunikasi mutakhir, sosok tenaga kependidikan haruslah tanggap dam cekatan dalam mengakses wacana aktual agar tidak ketinggaian. Namun begitu bukan berarti tenaga kependidikan mesti memfokuskan did ke arab pola pikir rasional, dan teknologis dengan meninggalkan tradisionalisme kultural-edukatif. Untuk menghindari gejala tersebut, sebaiknya bila proyeksi pendidikan, terlebih dalam proses pembelajaran tidak hanya memprioritaskan aspek kognitif (intelektualitas), tapi juga harus diimbangi dengan aspek affektif dan psikomotor. Hal ini sebagai langkah antisipadf tercapainya manusia-manusia pandai dan cerdas, tetapi arogan. Begitu pula sebaliknya, bila hanya aspek affektif dan psikomotor yang diunggulkan, maka hanya akan melahirkan manusia-manusia yang tidak berpengetahuan.
Meresponi problermatika tersebut, sosok tenaga kependidikan, seyogyanya, di samping paripurna dalam hal kognitif (intelektualitas) Ia juga mumpuni di bidang affektif dan psikomotor. Atau dapat dikatakan, ketiga aspek itu harus dimiliki oleh sosok tenaga kependidikan secara integral dan proposional Sehingga ilmu yang dimilikinya itu tidak terbatas pada tataran konseptual belaka, tetapi lebih jauh terefleksi dalam tingkah laku hidup sehari-hari. Imbasnya, mereka tidak hanya berguna bagi diri pribadi, tetapi juga bermanfaat bagi bangsa, negara dan agama. Dengan kapasitas seperti itu, tenaga kependidikan akan mampu tampil di muka dalam kancah persaingan global. Karena secara mental spiritual telah mapan, dan secara intelektualitas memadai. Akhirnya mereka tidak akan mudah terombang-ambing oleh derasnya badai dan dampak negatif perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tak terkendalikan. Bagaimanapun, sosok tenaga kependidikan sangat berperan dalam menciptakan generasi baru yang tahan bantingan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa apabila tidak adanya integralitas antara aspek kognitif, affektif dan psikomotor, maka pendidikan yang secanggih apapun, tidak dapat membawa ketentraman dan kedamaian. Karena kedua aspek itu saling keterkaitan dalam upaya mewujudkan manusia “dewasa”.

Kerangka Berpikir Ilmiah: Suatu Keterkaitan

Goresan : Sukrin Thaib

A. Ilmu dan Logika
1. Logika: Sebuah Pengertian
Kata “logika” sering terdengar dalam wacana publik, biasanya dalam konteks “menurut akal”, seperti seseorang berkata: “langkah yang diambilnya itu logis”. Dan ungkapan tersebut, terma logika dapat diartikan: Pertama, logika ialah hukum untuk berpikir tepat; Kedua, 1ogika berarti suatu metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran; dan Ketiga, logika adalah hukum-hukum, prinsip-prinsip, bentuk-bentuk pikiran manusia yang jika dipatuhi akan membimbing seseorang mencapai konklusi yang tepat.
Dan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa logika adalah metode berpikir secara tepat. Sekalipun maksud logika membentuk pengetahuan yang tepat dengan jaan berpikir, namun tujuan akhimya adalah menghasilkan pengetahuan yang benar. Untuk mendapatkah pengetahuan yang benar, dibutuhkan bahan-bahan yang benar. Pengetahuan yang benar adalah pengetahauan yang sesual denagan objek yang riil.
2. Logika: Suatu Kerangka
a. Pengertian
Terma “Pengertian” seringkali diidentikkan dengan “konsep”, yang dimaksud dengan “konsep” ialah tanggapan atau gambaran yang dibentuk oleh akal pikiran tentang kenyataan yang dimengerti, atau merupakan basil pengetahuan manusia mengenai aspek atau beberapa aspek realitas.
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa “pengertian” adalah suatu yang bersifat abstrak, untuk menunjukkan pengertian harus diganti dengan lambang. Lambang pengertian yang paling umum digunakan adalah “bahasa”, Pengertian dapat diperoleh dengan jalan pengamatan atau observasi oleh indera. Dan kemudian dan data empirik tersebut diproses oleh akal pikiran dan muncullah apa yang dinamakan “pengertian”.
b. Proposisi
“Proposisi” disebut pula dengan “pernyataan”, sedangkan “pernyataan” adalah rangkaian dan pengertian-pengentian yang dibentuk oleh akal pikiran atau merupakan pernyataan mengenai hubungan yang terdapat di antara dua buah terma. Kedua terma itu terdiri dan subjek dan predikat. Dalam proposisi, predikat dihubungkan dengan subyek, oleh karena itu proposisi terbagi ke dalam dua kategori, yaitu “proposisi hipotetik” dan “proposisi kategorik”. Proposisi hipotetik adalah apabila hubungan subyek dengan predikat bergantung pada syarat yang dipenuhi. Misalnya jika Sokrates lulus akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Sementara proposisi kategorik adalah apabila hubungan subyek dengan predikat tanpa syarat. Misalnya: Harimau itu bertaring?

c. Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik konklusi yang bempa pengetahuan. Agar pengetahuan mempunyai bobot kebenaran, maka proses pemikiran hams dilakukan dengan metode-metode tertentu. Dalam penalaran, proposisi-proposisi yang menjadi penyimpulan disebut premis sedangkan kesimpulannya disebut konklusi. Misalnya:
Logam A dipanasi dan memuai
Logam B dipanasi dan memuai
Logam C dipanasi dan memuai
Dan seterusnya, jadi setiap logam dipanasi akan mernuai.
3. Penalaran dan Proses Berpikir: Suatu Urgensi
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalarn menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan aktivitas berpikir dan bukan dengan penalaran. Sebagai aktivitas berpikir, maka penalaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, adanya suatu pala berpikir yang secara luas dapat disebut logika atau setiap bentuk penalaran ada logikanya sendiri. Kedua, analitik dan proses berpikirnya, penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyadarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yan.g dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersambung.
4. Peranan Logika dalam Penataran
Penalaran merupakan proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilandasi proses tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap solid, manakala proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan mi disebut “logika”. Logika secara luas dapat didefinisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara solid”.
Beragam cara dan pendekatan untuk sampai kepada kesimpulan, namun sesuai dengan tujuan studi yang memusatkan din pada penalaran ilmiah, maka penlu mengadakan penelaahan pada dua jenis penanikan kesimpulan berikut, yakni penalaran induktif dan penalaran deduktif.
5. Peranan Logika bagi Ilmu
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh, binatang mempunyai pengetahuan namun pengetahuan yang dimilikinya terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival). Sedangkan manusia rnengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan hidupnya. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia tentunya diperoleh melalui proses penalaran atau berpikir.
Pengetahuan yang dimiliki manusia dapat dikembangkan lebih jauh disebabkan oleh dua hal: Pertama, manusia mempuanyai dua bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran nielalui menengok latar belakang informasi tersebut; dan Kedua, manusia memiliki kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka jalan pikiran, yang secara garis besar berpikir seperti itu disebut penalaran. Dengan demikian ada dua kelebihan yang memungkinkan manusia mengembangkan pengetahuannya yakni bahasa yang bersifat komunikatif dan pikiran yang mampu menalar. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir, pengetahuannya akan menjadi suatu ilmu apabila melalui proses berpikir yang ilmiah, karena tidak ada ilmu yan tidak menggunakan proses panalaran dan proses logika.

B. Ilmu dan Statistika
1. Statistika: Suatu Definisi
Secara khusus, “statistika” diartikan sebagai “suatu kumpulan angka-angka mengenai suatu keadaan tertentu dan kehidupan masyarakat. Arti statistika secara sempit mi lebih berkaitan data-data kuantitatif, sedangkan statistika dalam arti yang luas adalah suatu ilmu yang mempelajari cara pengumpulan, pengolahan, penyajian dan analisis data dalam pengambilan “keputusan” kesimpulan berdasarkan hasil penelitian. Kemudian ada sebagian orang yang memandang statistika sebagai ilmu dan kegiatan. Sebagai ilmu adalah cabang “ilmu pengetahuan pembantu” (auxiliary science) yang membantu cabang ilmu lainnya dalam mengadakan kesimpulan sehuhungan kekurangpastian yang dihadapi. Sedangkan statistik sebagai sebuah kegiatan yang membantu kegiatan lain dalam mengadakan kepastian/ketentuan sehubungan kekurang pastian yang dihadapi.”
Dan paparan tersebut, dapatlah dikatakan bahwa statistik tidak hanya sebuah kumpulan dari angka yang menjelaskan suatu keadaan, namun mencakup juga ui-titan dalam menarik kesimpuan dari data yang diperoleh.
2. Pembagian Statistik
Dan segi tingkat pekerjaah yang dilakukan, maka statistik dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu Pertama, Statistik Deskript bagian statistik yang membicarakan mengenai penyusunan data ke dalam suatu daftar pembuatan grafik yang tidak menyangkut proses penarikan kesimpulan atau pembuatan generalisasi; dan Kedua, Statistik Induktif semua aturan dan cara yang dipakai sebagai alat di dalam mencoba menarik kesimpulan yang berlaku umum dan data yang sudah disusun dan diolah sebelumnya.
Melalul statistik induktif, setidaknya dapat ditemukan keterangan yang berlaku umum, yaitu membuat generalisasi dan data yang dihadapi, Sebagai sebuah ilustrasi, misalkan seorang guru dalam mata pelajaran X di suatu sekolah mengamati suatu tingkat kelas di sekolah itu, yang terbagi menjadi dua kelompok, pertama siswa yang masuk pagi dan yang masuk siang, kemudian mengamati angka-angka hasil ujian dan masing-masing kelompok. Jika guru itu hanya berhenti hingga di situ, maka pekerjaan baru sampai pada wilayah statistik deskriptif Namun bila guru itu setelah mengetahui hasil rata-rata masing-masing kelompok dan sampai pada kesimpulan bahwa salah satu dan dua kelompok itu lebih pandai atau sebaliknya, maka dia telah sampai pada wilayah statistik induktif.
Sementara itu ada yang membedakan statistik berdasarkan bidang kajian, yaitu: Pertama, Statistik Teoritik: merupakan pengetahuan yang mengkaji dasar-dasar teori statistik, dimulai dad teori penarikan, contoh distribusi, penarikan dan peluang; dan Kedua, Statistik Terapan: yaitu penggunaan statistik teoritis yang disesuaikan dengan bidang terapannya. Sebagai salah satu contohnya bagaimana cara menghitung harga rata-rata.
Kendatipun demikian beragamnya kerangka teoni statistik, namun yang menjadi dasar statistik adalah teori peluang. Dan yang menjadi karakteristiknya adalah cenderung pada pola berpikir induktif. Sebagai contoh: pada musim hujan pada beherapa tahun yang lalu banyak jenis tumbuhan yang berbuah, dari kondisi ini (sebagai suatu premis) maka dapatlah dibuat suatu generalisasi berdasar teori peluang, bahwa musim hujan yang akan datang tanaman buah-buahan itu akan memiliki peluang untuk berbuah kembali. Karakteristiknya yang lain adalah generalisasi ditarik dari data-data yang lebih bçrsifat kuantitatif.
3. Statistik dan limit: Suatu Korelasi
Kegiatan-kegiatan ilmiah memerlukan adanya penelitian. Yang berguna untuk pengujian suatu hipotesis yang diajukan. Kebenaran suatu hipotesis hams didukung dengan adanya fakta-fakta yang disusun menjadi data yang diperoleh melalui penelitian ilmiah itu, di mana statistik menempati posisi yang penting dalam sebuah penelitian yang dilakukan, seperti tergambar dalam contoh di atas, di mana seorang guru dapat menarik kesimpulan berdasarkan data statistik yang dia peroleh dari penelitian.
Malahan, bila ternyata suatu hipotesis didukung oleh data-data yang otentik, maka ia akan bisa menjadi bagian dan khasanah ilmu yang ada. Di situ tampak bagaimana pentingnya statistik terhadap ilmu. Pada bagian itu dapat dilihat bagaimana hubungan statistik terhadap ilmu dan segi:
a. Fungsi Statistik, yaitu pertama, memberi dan meningkatkan penelitian pengamatan untuk menarik kesimpulan (secara kuantitatif) dalam kajian ilrniah; dan Kedua, membantu dalam membuat generalisasi.
b. Posisi Statistik yang benkedudukan sebagai (1) sarana untuk berproses pengetahuan secara ilmiah; (2) salah satu metode ilmu; dan (3) sebagai salah satu ilmu bantu.
c. Sumbanah Statistik adalah (1) memberi sifat pragmatis dalam kegiatan ilmiah. Berdasar pada kesadaran bahwa suatu kebenaran absolut tidak mungkin dapat diperoleh, maka dan itu kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan statistik sudah dianggap sah adanya; dan Kedua, bagian ilmiah dapat berlangsung secara lebib ekonomis.
d. Peran Statistik. Dalam kegiatan ilmiah, suatu hipotesis akan diterima sebagai suatu kebenaran ilmiah bila telah melalui beberapa tingkat dalam suatu penelitian. Di mana tingkat terakhirnya berupa proses verifikasi. Peran statistik dalam hal mi adalah untuk menguji sesuatu objek agar Iebih mendekati kebenaran, apakah hipotesis itu sesuai realita atau tidak. Tegasnya, statistik ikut berperan dalam peningkatan derajat kredibilitas ilmiah.



C. Ilmu dan Matematika
1. Matematika: Suata Pengertian
Kata “matematika” berasal dari bahasa Yunani “mathemata” yang artinya “sesuatu yang dipelajari”. Matematika adalah studi tentang bilangan-bilangan dan kumpulan (seperangkat) angka. Bidang kajian matematika adalah ukuran, urutan, bentuk, dan sesuatu yang berhubungan dengan kuantitas. Bahkan cakupan wilayah rnatematika tidak harnya terbatas pada studi bilangan-bilangan dan ruang an sich, tetapi juga meliputi astronomi dan musik).
Terlepas dari pandangannya yang mungkin bersebebrangan dengan para pakar eksakta, tapi menurut Solly Lubis, bila ditinjau dari epistimologi ilmu, matematika ternyata bukan ilmu, melainkan merupakan bahasa artificial yang eksak, cermat dan bebas dan emosi. Hal senada juga disampaikan oleh Jujun S. Suriasumantri, bahwa matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang dari matematika itu bersifa artificial (buatan) yang barru memiliki arti setelah sebuah makna diberikan pathnya. Tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati, tidak berarti.
Kendatipun pandangan terhadap matematika tidak luput dari pro dan kontra dalam konteks ilmiah, namun mesti diakui bahwa dalarn berbagai hal, matematika dianggap sebagai bahasa; seni; ilmu, alat, dan permainan.
2. Karakteristik Maternatika
Matematika adalab ilmu logika penalaran, yang kesimpulannya valid karena dicapai dan seperangkat aksioma-aksioma. Dengan begitu, karakteristik dari matematika itu sendiri adalah deduktif/Laksiomatis, yaitu pengambilan kesimpulan dan hal-hal yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus dan kebenarannya tidak penlu dibuktikan lagi.
Secara substansial, kebenaran niatematika adalah konsistensi dab berbagai postulat, definisi dan berbagai aturan permainan lain. Untuk itu, matematika tidak bersifat tunggal, melainkan jamak. Matematika bukan merupakan pengetahuan mengenai objek tertentu, melainkan cara berfikir untuk mendapatkan pengetahuan.
3. Fungsi Matematika
Berkenaan dengan fungsi matematika, setidaknya meliputi dua hal, yaitu sebagai bahasa dan alat berpikir. Sebagai bahasa, matematika adalah bahasa dan ilmu (the language of science,). Matematika merupakan alternatif dalam mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa. Karena matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat majemuk dan emosional dan bahasa verbal (bahasa lisan). Lambang-lambang dan matematika dibikin secara artificial (buatan) dan individual yang merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk masalah yang sedang dikaji.
Dalam konteks ilmiah, matematika memiliki peran berbagai bahasa simbolik yang memungkinkan terealisasi yang cermat dan tepat. Matematika bukan saja menyampaikan informasi secara jelas dan tepat, namun juga singkat. Sebagaimana yang dikatakan Moris Kline bahwa, ciri matematika sebagai bahasa bersifat ekonomis dalam penggunaan kata-kata.
Sebagai alat berpikir, menurut Wittegenstein, matematika adalah metode berfikir logis. Matematika merupakan inti sari pemikiran rasional dan logis, karena ilmu merupakan pengetahuan yang mendasarkan kepada analisis dalam menarik kesimpulan menurut suatu pola berpikir tertentu. Pendapat mi diperkuat oleh Bertrand Russel yang mengatakan bahwa “inatematika adalah masa kedewasaan logika, sedangkan logika adalah inasa kecil matematika”. Dengan kata lain, “Ilmu Kualitatif adalah masa masa kecil dari ilmu kuantitatif, sedangkan ilmu kuantitatif merupakan masa dewasa ilmu kualitatif”, Karena matematika pada dasarnya merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif. Namun begitu, matematika tidak dapat menggantikan logika dalam kemampuannya membentuk pemikiran yang cermat, karena kurang mendapat pendidikan dan latihan yang kerap dan ketat dalam soal logika, tandas John Stuart Mill. Kebenaran maternatika itu tidak ditentukan oleh pembentukan secara empiris sebagaimana ilmu-ilmu sosial, melainkan melalui proses penalaran deduktif. Dalam penarikan kesimpulan secara deduktif matematika biasanya menggunakan pola berfikir silogisme. Misalnya, apabila 2 + 2 = 4 dan 4 = 5— 1, maka 2 + 2 = 5— 1.
4. Sumbangan Matematikan bag! Ilmu
Apabila dibandingkan dengan bahasa verbal misalnya, ternyata matematika memiliki kelebihan. Hal ini karena bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif, sedangkan niatematika mampu melakukan pengukuran secara kuantitatif
Dalam perkembangannya, ilmu dapat dibagi pada tiga tahap, yakni tahap sistematik (penggolongan objek empiris ke dalam kategori-kategori tertentu), tahap komparatif (perbandingan antara objek yang sama dengan objek yang lain, dan seterusnya) dan tahap kuantitatif (mencari hubungan sebab akibat yang tidak lagi berdasarkan perbandingan, melainkan berdasarkan pengukuran secara eksak dan objek yang sedang diselidiki). Pada tahap sistëmatika dan komparatif, ilmu-ilmu rnasih dapat menggunakan bahasa verbal, sedangkan pada tahap ketiga (kuantitatif), ilmu harus memakai kajian matematika. Karena sifat kuantitatif dan matematika itu sendiri dapat meningkatkan daya prediktif (ramal) dan kontrol dad ilmu. Melalui matematika, ilmu rnemungkinkan untuk berkemb4ng dad tahap kualitatif ke kuantitatif Dengan kata lain, matematika membantu melahirkan prediksi-prediksi, membantu komunikasi dengan singkat dan cermat. Selain itu, dengan menggunakan matematika, pengetahuan bisa didapatkan secara deduktif. Karena berpikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.
Dengan demikian, matematika mempunyai sumbangan yang besar bagi perkembangan ilmu secara tepat, tanpa matematika, pengetahuan akan berhenti dan tanpa pendekatan kuantitatif, tidak memungkinkan mengikutkan penalarannya Iebih jauh. Begitu juga dalam bidang keilmuan modern, matematika adalah suatu yang sangat penting (imperatif) bagi sarana untuk meningkatkan kemampuan penalaran deduktif. Karena, bagaimanapun juga, semua bidang ilmu dalam berbagai kajiannya, bila telah menginjak kedewasaan, mau tidak mau akan bersifat kuantitatif. Selain itu, studi matematika juga dapat bermanfaat untuk melakukan segala sesuatu dalam beberapa pengertian yang sama sebagai studi sejarah, literatur atau musik.
D. Ilmu dan Bahasa
Manusia adalah makhluk yang paling unik dibandingkan dengan makhlukrnakhluk lain di dunia. Keunikan manusia sebenarnya bukan terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuan “berbahasa”. Dalam hal ini Ernst Cassirer menyebut manusia sebagal animal simbolikum, makhluk yang rnenggunakan simbol, yang secara generik mempunyai cakupan yang lebih luas dan homo sapiens, yakni makhluk yang berpikir.
Bahasa merupakan kumpulan simbol, sehingga dengan kemampuan berbahasa tersebut rnanusia dapat menangkap simbol-simbol yang ada guna kegiatan berpikirnya yang sistemtis. Kemampuan berbahasa pada diri manusia merupakan lambang kebudayaannya, sebab tanpa bahasa, komunikasi antar generasi penerus tidak tersosialisasi.
1. Bahasa: Suatu Pengertian
Bahasa adalah kata-kata yang digunakan sebagai alat oleh manusia untuk menyatakan atau melukiskan suatu kehendak, pearsaan, pikiran, pengalaman, terutama dalam hubungannya dengan manusia lain.
2. Karakteristik Bahasa
Tentang karakteristik suatu bahasa, menurut Archibal A. Hill, setidaknya meliputi beberapa hal, yaitu: pertama, bahasa merupakan seperangkat bunyi. Bunyi itu bersistem dan dikeluarkan oleh alat bicara manusia; Kedua, hubungan antara bunyi bahasa dan objek (reference-nya) bersifat arbitrary, artinya hubungan antara bunyi dan wujudnya yang berupa benda atau konsep bersifat mana suka; Ketiga, bahasa itu bersistem has bahasa di dunia mi mempunyai sistem sendiri; Keempat, bahasa adalah seperangkat lambang. Lambang-lambang itu dapat dimengerti maknanya, apabila lambang tersebut berada dalam kawasan bahasa yang dipahami publik; dan Kelima, bahasa bersifat sempurna, bahasa membawakan amanat sebagai wahana komunikasi. Agar bahasa itu dapat bersifat sempurna, maka orang sering menambahkan unsur lain dalam bahasanya apakah berwujud gerakan tangan, pembahan mimik muka atau penambahan unsur supra segmental pada setiap ajarannya.
3. Hakekat Bahasa.
Pada hakekatnya bahasa itu adalah bunyi-bunyi yang bermakna, sebagai alat (instrumen) bersifat individual, dan bersifat komperatif. Bahasa merupakan bunyi-bunyi yang penuh arti, yang dimaksudkan untuk membedakan bunyi-bunyi yang terjadi yang tidak selalu mempunyai arti.

Yang dimaksud sebagai alat (instrumen), bahwa bahasa yang dikemukakan dapat menggantikan manusia yang mengueapkan bahasa itu. Bersifat individual maksudnya bahasa itu merupakan ajaran yang timbu dan masing-masing individu. Bersifat komperatif artinya dengan babasa yang diucapkan itu akan menimbtilkan saling kerjasama, memberi dan menenima.
4. Fungsi Bahasa
Secara substansial, dalam konteks kehidupan manusia, bahasa memiliki fungsi penting, yaitu: Pertama, sebagai alat komunikasi; dan Kedua, sebagai alat kebudayaan.
5. Peranan Bahasa
Sehubungan dengan peranan bahasa, setidaknya mencakup dua kawasan, yaitu peranan bahasa dalam masyarakat dan peranan bahasa dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam konteks kemasyarakatan, bahasa merupakan unsur penting bagi setiap individu yang hidup di muka bumi. Tanpa adanya bahasa tidaklah terdapat suatu komunikasi antara individu dengan individu serta dengan masyarakat luas. Bahasa sebagai unsur komunikasi antara masyarakat. Lebih-lebih, bahasa juga dapat dipergunakan sebagai penyampai gagasan seseorang.
Demikian halnya dalam konteks ilmu pengetahuan dan teknologi, bahasa merupakan alat komunikasi, digunakan baik secara lisan maupun tulisan. Semua penemuan bau dalam ilmu pengetahuan baik eksakta maupun sosial sening dihimpun dalam suatu laporan yang berbentuk buku, majalah atau media lainnya. Hal itu dimaksudkan agar pengetahuan tersebut dapat disebarluaskan. Dengan demikian bahasa dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dipergunakan sebagai media pengembangan dan pendalaman ilmu pengetahuan dan teknologi. 6. Bahasa dun Ilmu: Suatu Korelasi
Seperti yang telah dijelaskan di muka bahwa salah saW ftingsi bahasa adalah sebagai alat kebudayaan. Sementara itu antara ilmu dan kebudayaan berada di posisi yang paling tergantung (interdependency) dan saling mempengaruhi (s/mb 105/5). Dengan demikian berarti antara bahasa dengan ilmu mempunyai hubungan yang sangat erat. Tanpa bahasa ilmu tidak dapat berwujud, terlebih berkembang, demikian juga sebaliknya, tanpa ilmu, bahasa tidak akan banyak mempunyai arti dalam kehidupan mi.
7. Sumbangan Bahasa dalam Pengembangan Ilmu
Bertolak dan berbagai kemungkinan bahwa manusia berpikir secara abstrak dimana objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol bahasa yang bersifat abstrak. Keabstrakkan dan sebuah simbol bahasa memungkinkan manusia untuk melakukan kajian lebih lanjut untuk memecahkan simbol-simbol itu. Dan watak kontiunitas itulab, diakui atau tidak, manusia mampu secara tidak angsung mengembangkan ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA
Encyclopedia of Knowledge, Vol. 12, Connecticut: Grolier Incorparted, it.

Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat II. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.

Gie, The Liang. Fengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty, 1996.

Hadikusuma, Human. Bahasa Hukum Indonesia. Bandung. Alumni. 1992.

Kamil, R. Ag Teknik Membaca Text Book. Yogyakarta. Kanisius, 1984.

Lubis, Solly. Filsafat Ilmu dan Penelitian. Bandung: Mandar Maju, 1994.

Mathematics of Knowlwdge. Vol. 12.

Nugroho. Sendi-sendi Statistik, Jakarta: CV. Rajawali, 1982.

Parera, Joe Daniel. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga, 1991.

Pasaribu, Amudi.Pengantar Statistik Jakarta: Ghalia Indonesia, 1965.

Pateda, Mansur. Linguistik. Bandung: Angkasa, 1990.

Poespoprodjo. logica Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu. Bandung: Remadja Karya, 1987.

Sahakian, William S. dan M. Lewis Sahakian. Realism of Philosoph. Cambridge: Mass Sehenkarn, 1965.

Soekadijo, RG. Logika Dasar: Tradisional, Simbolikdan Induktf Jakarta: Gramedia, 1991.

Subagya, Pangestu dan Djarwanto. Statistik Deskriptif Jogiakarta: Bag. Penerbitan Fakultas Ekonomi UGM. Tth.

Sudarsono. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta, 1993
.
Suprapto, J. Statistik Teori dan Aplikasi : Ji/id I Jakarta: Erlangga, 1977.

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994.

The Encyclopedia Americana. Vol: 18.Connecticut: Giolier Incorparated, 1992.

The New Book of Popular Science, Vol 1, tanpa kota: Grolier incorparted, 1981.