Jumat, 03 September 2010

Negara Indonesia dalam Konstelasi Tata Dunia Baru: Suatu Tinjauan Sosio-Politik, Ekonomi dan Pendidikan

 Goresan : Sukrin Thaib

A. Perjalanan Bangsa Indonesia: Suatu Tinjauan Sosial, Politik dan Ekonomi
Dalam perjalanan sejarah suatu bangsa tentu tidak luput dan pasang dan surut. Ada saat bangsa itu java, ada pula saat mundurnya. Hal ini tergantung dan kondisi sosial, politik dan ekonomi bangsa itu sendini. Manakala suasana politik stabil, kondisi sosial aman dan tentram, dan didukung dengan perekonomian yang memadai, maka dapat diibaratkan sebuah bangsa ini sedang dalam kemajuannya. Namun sebaliknya, jika budaya politik sedang keadaan labil, masyarakat sedang dirundung duka akibat kerusuhan yang tidak ada henti-hentinya sebagai akibat dari akumulasi krisis yang berkepanjangan, maka dapat dikatakan sebuah bangsa itu sedang menuju kehancuran, bahkan bisa jadi menuju pada kehancuran.
Tulisan ini berupaya menelusuri perjalanan sebuah bangsa dalam konteks masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Paparan singkat dari tulisan ini, setidaknya dapat memberikan sumbangsih peinikiran bagi bangsa Indonesia dalam menapaki masa depan.
1. Bangsa Indonesia dalain Tataran Historis
Bangsa Indonesia yang penduduknya sangat pluralis akan etnis, budaya, bahasa, suku adat istiadat serta agama, dalam perjalanan sejarahnya senantiasa mengalaini maju-mundur dalam setiap aspek kehidupan, baik politik maupun sosial terlebih ekonomi. Dalam bidang politik, kenyataan itu dapat dilihat dari pergantian kekuasaan sejak berbentuk kerajaan sampai berbentuk republik. Bila fenomena itu dicermati secara seksama, maka dapat ditemukan bahwa dalam setiap pergantian penguasa selalu saja terjadi pertumpahan darah. Hal ini mengidentifikasikan bahwa pendidikan politik bangsa dari dulu sampai sekarang belum dewasa. Sebagai bukti, ketika sukses kepeinimpinan dari Soekarno ke Soeharto diwarnai dengan terbunuhnyapara jenderal dalam peristiwa G 30 S/PM. Demikian pula ketika terjadi pergantian kepeinimpinan Soeharto ke Habibie, dihiasi dengan lumuran darah mahasiswa yang dikenal sebagai pahlawan reformasi.
Sekalipun dalam persoalan politik bangsa selalau disemarakkan dengan pertumpahan darah, namun dalam kehidupan sosial masyarakat terlihat aman, tentram dan damai. Maksudnya, pergolakan itu hanya terjadi di kalangan elit politik, sementara masyarakat tidak terlibat di dalamnya. Sebagai indikasinya adalah hidup rukun dan damai antar sesama pemeluk agama. Tidak adanya pertengkaran antar suku, antar budaya dan antar bahasa, terutama antar agama. Pantaslah bila di mata dunia internasional masyarakat Indonesia terkenal ramah dan toleran.
Kondisi yang aman dan tentram itu tentu tidak dapat dilepaskan dan pembangunan ekonomi yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil perkembangan ekonomi dengan banyaknya gedung-gedung pencakar langit, di samping sarana dan prasarana yang lain dalam menunjang kesejahteraan masyarakat secara luas. Dari prestasi geinilang yang dicapai Soeharto itu, wajar bila ia disebut sebagai Bapak Pembangunan.
2 Fenomena Indonesia Masa Kini
Sebagai akibat dari praktek kolusi, korupsi dan nepotisme yang menjalar pada pat-a petinggi, mengkristal menjadi akumulasi krisis (krisis moneter, ekonomi dan kepercayaan) berkepanjangan yang melanda bangsa Indonesia menjadikan masyarakat yang dulunya memiliki karakter ramah dan toleran, berubah menjadi masyarakat yang kejam dan bengis. Nampaknya masyarakat sudah kehilangan kendali moral dan terkesan sangat biadab. Hal ini dapat dilihat dari maraknya berbagai macam kerusuhan, pembakaran, pembunuhan pemerkosaan dan perbuatan-perbuatan tercela lainnya di beberapa tempat di buini pertiwi tercinta ini.
Kenyataan tersebut semakin diperparah lagi, ketika pemerintah kurang tanggap dan tidak sanggup memecahkan persoalan-persoalan yang muncul secara tepat Sehingga pemerintah kelihatannya sudah tidak mampu lagi mengayoini masyarakat Indonesia yang sangat majemuk ini. Konsekuensi logis dan kelembagaan pemerintah dalam menangani gejolak yang muncul dan agenda politik yang tidak menentu, mengakibatkan beberapa daerah ingin mendapatkan otonoini luas, bahkan tidak menutup kemungkinan untuk memerdekaan din, seperti yang diininta Timor-Timur dan Aceh belum lama ini.
3. Prediksi Masa Depan
Badai krisis moneter, ekonomi dan krisis kepercayaan yang melanda bangsa tidak akan pernah berakhir bila kultur politik tidak kunjung stabil dan kondusif. Untuk itu, pemilu yang dianggap sebagai pesta demokrasi harus mendapatkan perhatian serius dan dukungan semua pihak agar berjalan baik dan lancar. Bila pemilu berjalan secara adil, jujur dan transparan, maka harapan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa sebagai aspirasi rakyat dapat tercipta. Karena pemilu merupakan pijakan dalam upaya membentuk pemerintahan baru yang demokratis konstitusional.
Dari pemerintahan yang bersih dan berwibawa, maka akan terciptalah kehidupan masyarakat yang adil dan makrnur. Dengan pemerintahan seperti itu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan terjainin. Cerinin pemerintahan yang baik adalah tidak membedakan etnis, suku bahasa dan agama yang ada, melainkan selalu memprioritaskan persatuan dan kesatuan bangsa deini kejayaan suatu bangsa.
Dengan stabilitas politik yang baik dan pemerintahan yang berwibawa, setidaknya krisis ekonomi yang selama ini melilit kehidupan rakyat dapat diatasi. Akhirnya, jadilah bangsa yang unggul dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam kancah keperinimpinan global.
Dari tulisan yang singkat ini dapat disimpulkan bahwa apabila pemilu sebagai “pesta demokrasi” dapat berjalan dengan adil, jujur dan transparan, maka dapat dipastikan perjalanan bangsa menuju Indonesia baru dapat terwujud.
B. Peranan Sumber Daya Alam (SDA) Bagi Peningkatan Ekonomi dalam Menghadapi Persaingan Global
Dalam menyongsong pasar bebas, negara-negara di dunia tidak hanya dapat mengandalkan kecanggihan dan keunggulan di bidang teknologi industri sebagai pemasok hasil produksinya ke negara-negara berkembang, akan tetapi juga mereka harus sarat akan sumber daya alam yang mensuport bagi keberlangsungan industrinya.
Namun ironisnya, negara-negara maju yang memiliki modal besar dengan teknologi yang canggih itu tanpa ditopang sumber daya alam yang memadai. Dalam negara Asia, Jepang misalnya, secara ekonomis lebih maju dibandingkan negara-negara Asia lainnya sekalipun sumber daya alamnya boleh dikatakan sangat minim. Begitu pula dengan negara-negara maju lainnya seperi Perancis, Inggris dan Jerman yang hanya memiliki luas wilayah cukup kecil dengan jumlah penduduk yang tidak begitu padat mengindikasikan bahwa tersebut tidak memiliki sumber daya alam yang baik.
Tulisan ini secara arif berusaha memberikan kontribusi yang besar, terutama bagi negara-negara berkembang yang memiliki aset sumber daya alam yang melimpah sebagai bekal berharga untuk mampu bersaing dengan negara-negara maju dalam momentum “pasar hebas”.
1. Sumber Daya Alam yang Melimpah
Bagi negara-negara berkembang, sumber daya alam merupakan salah satu komponen sektor perekonomian yang paling urgen dibandingkan sektor industri. Realita ini didasarkan para mata pencaharian di negara berkembang secara garis besar diperoleb dan basil pertanian.
Indonesia misalnya, yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian petani sangat tidak relevan bila dikembangkan teknologi industri tingkat tinggi. Hal ini terbukti dengan perekonomian di masa orde baru yang hanya mementingkan elit ekonomi dan pelaku bisnis kelas kakap yang bergerak di bidang jasa-jasa dengan modal pas-pasan. Sementara ekonomi kerakyatan dengan berbasis pertanian kurang begitu mendapat perhatian serius. Dampaknya, ketika bangsa dilanda krisis yang berkepanjangan baik krisis moneter maupun krisis ekonomi, kehidupan masyarakat menjadi terombang ambing. Hal ini karena basis ekonomi tidak berakar, melainkan hanya fatamorgana. Kelihatan nampak begitu gagah dan kuat tapi substansinya keropos. Dengan kata lain, penyebab rapuhnya tatanan ekonomi itu sebagai akibat dan kelengahan pada penentu kebijakan disektor pertanian yang hengkang darn tradisi yang ada.
2. Luasnya Wilayah Indonesia
Indonesia yang merupakan negara kepulauan, pada hakekatnya kaya akan sumber daya alam, baik flora, fauna, tambang dan lainnya. Hamparan luas dari kepulauan Indonesia dengan dikelilingi lautan itu sebagai bukti begitu besar sumber daya alam yang diiniliki bangsa Indonesia Di sadari atau tidak, sumber daya alam yang melimpah ruah itu adalah aset yang representatif dan marketable dalam rnemberdayakan bangsa di masa depan guna peningkatan ekonomi pada káncah persaingan global.
Sekalipun demikian, sangat disayangkan karena kekayaan sumber daya yang melimpah itu belum terjamah oleh anak bangsa secara totalitas untuk pemberdayaannya, terutama bagi kernajuan bangsa di mata dunia. Kenyataan ini dapat lihat dari kurangnya minat anak bangsa untuk menggali dan meningkatkan hasil bumi dengan penggunaan teknologi canggih. Mereka lebih suka meniru keberhasilan yang dicapai negara lain dengan langsung mengadopsinya tanpa menoleh ke belakang dan mencermati secara mendalam akan sumber daya alam yang tersedia sebagai pijakan peningkatan ekonomi. Implikasi dari sikap tersebut tentunya membuat sumber daya alam yang begitu besar tidak terrnanfaatkan dengan baik. Kenyataan ini dapat dilihat dari banyaknya wilayah yang masih terlantar dan tidak produktif
Terkadang bangsa Indonesia kurang mampu melihat peluang, aset dan potensi yang ada sebagai senjata ampuh dalam peningkatan kualitas perekonomian bangsa di hadapan negara-negara lain. Bila saja kekayaan sumber daya alam ini tidak mendapatkan porsi yang optimal dan pemerintahan baru, maka Indonesia sebagai salah saw bangsa di dunia tidak akan mampu bersaing dalam meraih kepemimpinan terutama di bidang ekonomi khususnya di Asia, terlebih dunia. Padahal secara geografis Indonesia sangat strategis dan berpontensi.
3. Pemberdayaan SumberDaya Alam Secara Optimal
Optimalisasi dan maksimalisasi pemberdayaan sumber daya alam memasuki milenium III merupakan salah satu agenda mendesak pemerintahan baru sebagai upaya terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT. Terlepas sektor politik juga dibegitu dominan dalam menentukan arah dan kebijakan di bidang ekonomi. Karena bagaimanapun, sumber daya alam merupakan modal berharga bagi negara berkembang untuk mampu menyarnai negara-negara maju. Dengan kata lain, ada kelebihan dan keunggulan yang dimiliki suatu bangsa, sekalipun secara teknologi industri masih terbelakang. Namun begitu, inisiatif untuk pemberdayaan SDA merupakan langkah maju dan lompatan yang signifikan bagi perubahan dan mentalitas ekonomi tradisional menuju tatanan ekonomi yang modem dan terdepan.
Langkah pemberdayaan SDA tidaklah berhasil secara maksimal bila tidak dibarengi dengan perubahan arah kebijakan ekonomi yang telah mapan. Dalam artian, mau tidak mau, suka tidak suka bagi pemegang kebijakan untuk merubah orientasi perekonomian yang bersifat industrialisasi menuju pertanian. Paradigma ini dilandasi oieh mayoriras penduduk Indonesia masih memegang teguh pertanian sebagai mata pencaharian doininan dan terpercaya.
Dari pemaparan yang begitu simpel dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Sumber Daya Alam yang melimpah bukanlah satu-satunya tolok ukur bagi peningkatan ekonomi suatu bangsa manakala hal itu tidak diberdayakan secara optimal dan penuh kesungguhan serta ditunjang dengan teknologi yang baik.
C. Ketahanan Nasional sebagai Sendi Kehidupan Suatu Bangsa dan Negara
Ketahanan Nasional merupakan sesuatu yang fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa ketahanan nasional, kehidupan suatu masyarakat senantiasa dihinggapi oleh ketidaktengangan dan ketidak tentraman. Penyebab ketidaknyamanan itu tidak lain adalah berbagai tantangan yang menghadang, baik tantangan yang berasal dari dalam (internal) maupun dan luar eksternal). Sebagai bukti, maraknya berbagai macam tindakan-tindakan yang a moral seperti pembakaran, penjarahan, pembunuhan, pemerkosaan, pemboman tempat ibadah dan yang sedang trend adalah bentrokan antar partai sebagai pertanda kurang dewasanya masyarakat Indonesia dalam berpolitik. Sementara tantangan dari luar adalah intervensi bangsa-bangsa yang memiliki “power” dengan dalih sebagai polisi dunia.
Tulisan ini berupaya secara kritis mengungkapkan misteri tentang urgensi dan kontribusi ketahanan nasional bagi kemajuan dan kejayaan suatu bangsa dan negara.
1. Urgensi Ketahanan Nasional
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ketahanan nasional merupakan sesuatu yang urgen, kenapa demikian ? karena ketahanan nasional adalah basis awal bagi pembangunan suatu bangsa ataupun negara. Dalam artian, pembangunan pada segala sektor seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya serta agama, dapat dicapai manakala ketahanan nasional mendapat skala prioritas. Untuk mencapai ke arah itu, tentu dengan jalan mengeyampingkan pluralitas yang ada dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Apalagi dalam konteks bangsa yang sedang menghadapi pemilu bulan Juni 1999 mendatang, ketahanan nasional merupakan sesuatu yang substansi. Dapat dibayangkan, bila suatu negara yang akan melangsungkan pesta demokrasi, keadaan masyarakatnya tidak nampak bidup rukun dan damai, melainkan saling bentrok dan saling bunuh satu sama lain. Effeknya adalah menimbulkan disintegrasi bangsa. Bisa saja yang dulunya suatu warga itu dapat hidup saling berdampingan, akan tetapi manakala kepentingan pribadi dikedepankan, mereka menjadi lupa akan hakekat dan bidup bermasyarakat.yang harus senantiasa menghargani dan menghonnati sam sama lain. Fenomena tersebut diperparah lagi bila lahir para “provokator-provokator” ulung yang sengaja mengadu domba masyarakat Apalagi realita itu dibiarkan begitu saja, maka diprediksikan bahwa eksistensi suatu bangsa atau negara itu akan punah. Oleh karena itu, sebagai kaum intelektual ataupun kaum terpelajar, seyogyanya bila mengkaji secara komprehensif mendalam, dan obyektif akan fenomena yang aktual dalarn rangka menciptakan ketahanan nasional.
Penciptaan kondisi yang kondusif bagi ketahanan nasional adalah rasa patriotisme yang tertanam di hati sanubari rakyat. Rasa memiliki terhadap bangsanya ini, setidaknya dengan baur cinta akan tanah kelahirannya.
2 Ketahanan Nasional dan Pemberdayaan Umat
Pada hakikatnya ketahanan nasional ini sangat terkait dengan pemberdayaan umat. Suatu komunitas dapat melakukan kegiatan kesehariannya dengan aman dan tentram, bila ketahanan nasionalnya terjainin. Sebaliknya, kegiatan tidak berjalan sebagamana mestinya manakala kondisi sedang ditimpa dengan berbagai kerusuhan dan bentrokan antar warga.
Sebagai upaya menyikapi dan menyiasati problematika tersebut, langkah yang paling ampuh, antara lain adalah sikap egaliter dan toleran. Dengan sikap egaliter, masing-masing suku, budaya, bahasa dan adat, terlebih agama, mendapatkan kedudukan yang sama di hadapan hukum. Tidak ada salahnya suku ataupun agama, dipandang lebih baik dan mulia dibanding yang laini. Kesejajaran dan proporsionalisasi ini mestinya dikembangkan dan diberdayakan keberadaannya.
Adapun sikap toleran, sangat signifikan dalam mewujudkan kehidupan yang rukun, damai dan tentrani. Dengan sikap itu, suatu golongan tidak mengklaim golongannya paling benar di antara yang lain. Bahkan dengan cepatnya menyalahkan orang lain. Refleksi dari kesadaran yang mendalam akan tolerasi im adalah kemampuan mencermati relaita yang ada sebagai sunnatullah (hukum alam). Dengan kata lain, bahwa perbedaan yang timbul itu karena gejala alamiah, maka dari itu perbedaan bukaniah penghalang bagi kemajuan, melainkan aset dan potensi yang berharga bagi pemberdayaan umat.
Secara politis, ketahanan nasional sangat bermanfaat bagi supra struktur dalam upaya menggelindingkan agenda kerjanya guna kesejahteraan infra struktur. Sehingga secara ekonomis, masyarakat dapat begitu mudahnya mengolah modalnya bagi peningkatan taraf hidupnya. Tentu, karena pada tataran sosiologis, terjadi interaksi yang simulan dan resiprokal antara kedua belah pthak. Konsekuensi Iogisnya, kehidupan masyarakat dalam multi aspek dapat berjalan dengan lancar sesuai rencana dan harapan.
Dari uraian yang singkat ini dapat disimpulkan bahwa ketahanan nasional merupakan sesuatu yang aktual dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
D. Negara Bangsa dalam Perspektif Global
Tampaknya dalam mengatasi segala macam problematika yang terjadi di suaru negara, baik yang berkenaan dengan politik, sosial, ekonomi maupun kependudukan, tidak dapat dilepaskan dari kaca mata global. Kenapa demikian ? Karena batas-batas kebangsaan mulai luntur dengan semakin canggih dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi. Sehingga apapun yang terjadi pada suatu negara, akan diketahui oleh negara lain dalam waktu sekejap. Dalam artian, kerahasiaan suatu negara kelihatannya sudah tidak dapat ditutup-tutupi lagi.
Meresponi gejala wacana global, setidaknya dibarengi dengan pemberdayaan (empowerment) Sumber Daya Manusia SDM khususnya dan masyarakat secara luas dalam segala ini kehidupan. Apalagi pemberdayaan semua itu diabaikan, dapat dibayangkan eksistensi suatu bangsa atau negara dalam menghadapi arena pertarungan untuk memperebutkan kepemimpinan global akan tenggelam, bahkan musnah di “mangsa” zaman.
1. Sosok Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan dalam Persaigan Global
Dalam konteks era informasi dan komunikasi set-ta “pasar bebas” pada kancah persaingan global, tentu dibutuhkan sosok Sumber Daya Manusia (SDM yang berkualitas, profesional dan mandiri. Ujud nyata dari sosok SDM tersebut, setidaknya merniliki beberapa kriteria. Pertama, memiliki wawasan yang luas, baik dalarn wacana kebangsaan maupun wacana internasional dengan pendekatan multidimensional. Dalam artian, men,iliki .pemahaman yang komprehensif terhadap berbagai bidang diharapkan keilmuan seperti agama, politik, ekonorni, sosial dan budaya. Sehingga diharapkan sanggup memberikan penilaian yang obyektif terhadap sesuatu permasalahan. Akhiniya dalam setiap kebijakannya akan senantiasa berlaku toleran dan egaliter,, yakni memberikan kemaslahatan kepada semua kalangan.
Kedua, memiliki profesionalisme. Dengan profesionalisme, sosok sumber daya manusia akan mampu bersaing dan diperhitungkan dalam tata dunia barn. Karena mereka memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh yang lain.
Ketiga, skill (keahlian/kemampuan). Sebagai antisipatif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era informasi ini, SDM perlu memiliki kemampuan di bidang komputer dan alat-alat elektronik modern lainnya. Sehingga senantiasa mendapatkan informasi yang aktual dan berasal dari sumber primer.
Keempat, kemampuan bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi harus dimiliki SDM agar ia mampu melakukan relasi dengan negara-negara tetangga balk dalam skala regional rnaupun skala global, khususnya kemampuan bahasa Inggris sebagai bahasa intenasional
Kelima, akhlakul karimah. Akhlak sangat signifikan dalam perkembangan intelektualitas, karena dengan kendali akhlak, maka kadar intelektualitas tidak akan terjebak pada lubang-lubang korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Dan kelima. komponen tersebut, mérupakan sumbangsih awal dalam rangka memberikan sosok SDM yang mampu bersaing dalam kancah global. Tentu hal ini adalah langkah berani dalam menentukan kriteria bagi sosok SDM masa depan.
2. Urgensi ASEAN dalam Persaingan Global
ASEAN sebagai asosiasi negara-negara di Asia tenggara pada hakekatnya memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan dan kemakmuran masyarakat, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Sehingga pemberlakuan sistem “pasar bebas” di kawasan Asia Pasifik nampaknya menjadi momok bagi sebagian besar negara-negara ASEAN karena belum kokohnya perekonomian di wilayah tersebut. Namun begitu, bukan berarti ASEAN masih berdiam diri dan mengundurkan diri dari kancah global dalam menghadapi tantangan itu.
Konsekuensi dari pemberlakuan sistem “pasar bebas” itu pada hakekatnya telah membangkitkan kesadaran negara ASEAN dari tidur nyenyaknya, dimana para pelaku ekonomi, mau tidak mau, suku atau tidak suka, siap atau tidak siap, harus melakukan berbagai t&oboson dan menyamakan langkah dalam mengefektifkan kerjasama permodalan atau investasi dan perdagangan. Bila dikaji secara mendalam, langkah ini secara konsepsional sangat mungkin menjadi tonggak yang stategis daam menghadapi kompelitor dari maupun, sekalipun lawan bisnisnya adalah atau daya ekonomi.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan hahwa keberadaan ASEAN sangat urgen dalam menjalin kerjasama bilateral dan internasional dengan negara-negara lain dalam wacana global. Karena bagaimana pun, kondisi lingkungan sudah membutuhkan respon yang posifif dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara khususnya yang termasuk dalarn ASEAN.
3. Kiprah OrganisasiASEANdalani Persaingan Global
Keberadaan organisasi ASEAN di tengab masyarakat dunia pada hakekatnya punya andil yang besar. Apalagi dalam era perdagangan bebas yang tentu punya konsekuensi logis terhadap kebebasan dalam menjalin kerjasama investasi dan perdagangan dengan siapapun, tidak melihat apakah ia negara miskin atau negara adidaya-asal menguntungkan. Keterbukaan kerjasama dalam hal perekonomian tidak terbatas hanya pada negara miskin-negara maju, akan tetapi dapat juga antara negara miskin-negara miskin.
Lebih-lebih, dengan masuknya Kamboja sebagai salah bagian dan organisasi ASEAN, agaknya akan memperkokoh posisi ASEAN di arena pertarungan ekonorni dunia. Sekalipun secara organisatoris ASEAN hanya memiliki komitmen regionalistik, namun dalam langkah operasionalisasinya memiliki wacana global. Dalam artian, terhuka kerjasama dengan negara-negara luar yang membutuhkan jalinan ke.rjasama dalam rangka pemberdayaan ekonomi.
4. Trend Demografi dan Kependudukan dalarn Perspekrif Global
Gencarnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, rasanya tidak menekan gejolak problematika yang dihadapi penduduk di kawasan dunia. Seperti kebutaaksaraan, penyakit, kelaparan, kemiskinan, sengketa politik, pelayanan kesehatan, pengangguran, air dan kebebasan kemanusiaan. Nampaknya seiring dengan laju pertumbuhan penduduk semakin menbludak,problem-problem tersebut selalu menggejala dan dianggap sebagai sesuatu yang aktual.
Ironisnya, dalam konteks pasar bebas, laju pertumbuhan penduckik merupakan trend suhordinat dalam sektor perekonomian. Karena dengan semakin banyaknya jurnlah penduduk, rnaka pangsa pasar (konsumen) semakin terbuka lebar. Kondisi tersebut sangat menguntungkan bagi negara yang memiliki jumlah penduduk mayoritas. Terlebih bila negara itu mampu menjadi produsen bagi negerinya sendiri, yang pada akhirnya produksi-produksi dan luar tidak memiliki daya jual tinggi. Sekalipun demikian, jumlah penduduk yang mayoritas bila tidak diimbangi dengan sumber daya manusia yang berkualitas, maka eksistensinya akan sia-sia.
5. Nilai dan Visi HAM, Etika dan Gagasan Barn
Dalarn mencermati maraknya kejahatan-kejahatan yang terjadi dalam wacana dunia, HAM, etika dan gagasan baru memiliki peran penting untuk meresponinya. Pada tataran ini, dibutuhkan suatu nilai dan visi HAM, etika dan gagasan baru yang relevan dengan perubahan dan perkembangan zaman.
Dewasa ini, fenomena yang banyak disoroti pada tata dunia barn, tidak lain adalah dominasi global negara-negara elit atas negara-negara miskin. Di mana negaranegara lemah dan miskin mengalaini ketertekanan dan ketertindasan oleh negara adidaya dalam segala dimensi hidup seperti ekonomi, politik, budaya dan komunikasi. Secara ekonomis, negana-negara miskin termarginalisasi akibat dan ganasnya “pasar bebas”. Tidak hanya itu, ternyata kemiskinan juga berkaitan langsung dengan masalah hak politik. Bangsa-bangsa miskin tidak berada pada posisi dapat menjalankan hak berekspresi secara bebas dalarn arena internasional, khususnya manakala mereka terhhit hutang.
Atas dasar ito, kehadiran HAM di tengah anus hiruk pikuknya ketidak manusiawan, therupaka instrumen yang handal untuk menanggulanginya. Secara politis, HAM berupaya menghilangkan rasa ketakutan bagi negara-negara miskin untuk men uarakan suara had nuraninya. Begitu pula dalam konteks rniliter, yang pada umumnya negara miskin takut dengan kekuatan bombasds dan otoriterianisme negara adidaya. Sementara dalam dirnensi inforrnasi dan budaya, HAM berusaha mendobrak batas-batas kemerdekaan bagi mayoritas besar umat manusia di dunia.
Sekalipun secara konstitusional HAM hanyalah memiliki kompetensi dalam hak sipil dan politik dengan memberi prioritas sedikit kepada hak ekonomi, sosial dan budaya, akan tetapi kelihatannya HAM dengan nilai dan visi kemanusiaannya dipaksa untuk intervensi terhadap hak-hak apa saja yang berkenaan dengan ketertindasan. Maka dan itu, sangatlah tidak proporsional manakala kdsis lingkungan dengan segala atnibutnya harus dipecahkan dengan perspektif regional. Bertolak dari kenyataan tersebut, HAM dalam segala langkah pikir dan tidak mesti mendunia. Dengan kata lain, bagaimana pemberantasan kemiskinan, penyakit, dan kebutaaksaraan dapat dilenyapkan dari muka buini, jika tidak ada usaha pada level, globaL Dalam artian, penanggulangan diskriminasi etnik dan kekerasan rasial atau penindasan politik dan kecenderungan otoriter harus didekati dengan upaya global.
Untuk menghindari kejahatan-kejahatan negara adidaya, pemberdayaan etika sangat diperlukan. Karena etika memberikan onientasi yang mampu membedakan antara yang hakiki dan yang nisbi, dengan demikian akan tetap sanggup untuk mengambil sikap yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan etika, dapat menghadapi ideologi-ideologi dengan secara kritis dan obyektif dan untuk membentuk penilaian sendiri. Artinya tidak menjadi sesuatu itu menjadi naif dan ekstrem.
Bertolak dari fenomena di atas, gagasan baru dengan visi barn perlu digelindingkan, sepeth pandangan keseluruhan humanitas (umat manusia dan kemanusiaan) sebagai sebuah keluarga yang utuh. Realisasinya dengan jalan mengubah hubungan sosial yang kaku, mentransformasikann struktur sosial egaliter, dengan dunia yang adil dan seimbang, di mana setiap orang mendapatkan hak dan tanggung jawab dengan martabat kemanusiaan yang inheren.
Apa yang dapat disimpulkan dan pemaparan di atas, tidak lain adalah bahwa dalam dunia yang semakin mengglobal, strategi dan langkah yang jitu dalam memahami dan mendekati segala problematika yang terjadi, hanya dengan perspektif global. Agar mendapatkan basil yang totalitas dan dapat dipertanggungjawabkan.
E. Pendidikan dalam Tin jauan Global
Pendidikan pada hakekatnya merupakan wahana dalam upaya “pendewasaan” manusia. Hal liii berkenaan dengan realitas bahwa manusia adalab manusia paedagogik, yaitu rnakhluk Tuhan yang dilabirkan membawa potensi dan kapasitas untuk dididik dan dapat mendidik. Sehingga manusia dengan fasilitas yang dimilikinya berupa daya nalar, kecakapan dan skill dapat memberdayakan dirinya, tidak hanya dalam tataran kemanusiaan, bahkan pada alam sekitamya.
Sekalipun demikian, apabila anugerah yang dilimpahkan Tuhan itu tidak diberdayakan secara optimal dan berkesinambungan, niscaya kehidupan manusia di muka buini banyalah sebuah rutinitas yang hampa makna. Bahkan dapat saja menghancurkan eksistensi manusia. Berpijak dari realita tersebut, pengembangan daya nalar, kecakapan dan skill senantiasa hanya dapat dicapai, salah satunya adalah dengan jalur pendidikan, baik formal maupun non formal.
Tulisan ini secara jernih ingin menelusuri konstalasi pendidikan dalam perspektif global sebagai upaa mencari format barn bagi pendidikan masa depan.
1. Visi Péndidikan dalam Tantangan Perspcktif Global
Di tengah gelombang dan arus krisis ekonomi dan kepercayaan, terlebib krisis kultural dan spiritual berkat pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi yang tanpa kendali, yang menjelma pada sistem komunikasi modem yang berdampak pada perubahan sosial, efekflvitas dan efisiensi pendidikan perlu didekonstruksi secara matang dan profesional. Realita tersebut, paling tidak sebagai akibat dari kurang akuratnya perspektif dan orientasi, atau secara lebih luas visi yang tidak terilustrasi baik. Pendidikan yang selama ini berjalan, dapat dikatakan hanya menciptakan manusia-rnanusia yang merugikan manusia lain. Sepertinya telah terjadi dehurnanisasi dalam manusia modern. Mereka kelihatannya sudab kehilangan jati dya sebagai makhlik Tuhan yang paling mulia dan sempurna di muka buini.
Penyebab iw semua tidak lain adalah visi pendidikan yang kurang jelas. Sebagai bukdnya, pendidikan yang berkembang selama ini lebih memprioritaskan aspek kognirif (inrelektuahtas) semata, dan terkesan mengabaikan aspek affektif dan psikomotor sebagai penvujudan dan intelektualitas. Atau dengan istilah lain, visi pendidikan hanya terpaku pada pemenuhan kebutuhan yang sifatnya materi, dengan rnengabaikan aspek spiritualitas. Dalam artian, pendidikan lebih diorientasikan untuk menciptakan tenaga kerja, bukan pemberdayaan jasmani dan rohani. Untuk itu, kultur materialistik yang semakin melembaga itu sepatutnya dikaji ulang dengan rnenggunakan pendekatan multidimensi.
Lebih-lebih dalam menghadapi pergeseran nilai kultural dan krisis spiritual yang tradisional pada dunia kehidupan, yang belum mendapatkan wadah representatif maka proyeksi dari visi pendidilcan harus tertuju pada “kemaslahatan umat” dengan menerapkan perspektif dan orientasi barn yang fleksibel dengan tuntutan dan perubahan zaman.
Dalam hal ini, visi pendidikan yang perlu dikembangkan dalam rangka persaingan global pada millenium III mendatang hendaknya mengacu pada dua fenomena perkembangan yang terkandung pada sosok manusia, yaitupertama, potensi psikologis dan paedagogis, yang mempengaruhi manusia menjadi sosok pribadi yang berkualitas. Kedua, potensi pengembangan hidup manusia secara horizontal sebagai khalifah Allah di muka buini yang dinainis dan kreatif serta responsif terhadap lingkungan sekitar.
Untuk mencapai ke arah itu, tentu dibutuhkan upaya yang optimal dan berkesinambungan, yakni pendidikan yang sistematis dan terencana berdasarkan perspektif dan wawasan indisipliner dan wawancara internasional. Karena manusia di era sekarang semakin terlihat dalam kancab persaingan global yang kian kompleks. Globalisasi dan kompleksitas yang sedang rnenggejala ini mengindikasikan adanya interelasi dan interaksi huburigan negara ban gsa semakin dekat.
Dalam rangka menyikapi dan meniasati fenomena tersebut, pendekatan pendidikan harus selalu adaptif yaitu disesuaikan dengan tuntutan zaman dan tempat tanpa meninggalkan hakekat pendidikan im sendiri. Sehingga pendidikan akan terus dapat diterima dan tetap laku di tengah-tengah gemuruhnya kehidupan. Apabila langkah itu ditempuh, maks pendidikan sebagai wahana “pendewasaan” akan tetap eksis dan kompeten dalam perkembangan secara dinamis dan kontruktif menuju masa dcpan yang cerah dan geinilang. Dengan kata lain, visi pendidikan seyogyanya tetap berpijak pada aspirasi masyarakat dengan tujuan pemberdayaan umat menuju kehidupan yang madani.
2. Sosok Tenaga Kependidikan dalam Kancah Persaingan Global
Dalam era informasi dan kornunikasi mutakhir, sosok tenaga kependidikan haruslah tanggap dam cekatan dalam mengakses wacana aktual agar tidak ketinggaian. Namun begitu bukan berarti tenaga kependidikan mesti memfokuskan did ke arab pola pikir rasional, dan teknologis dengan meninggalkan tradisionalisme kultural-edukatif. Untuk menghindari gejala tersebut, sebaiknya bila proyeksi pendidikan, terlebih dalam proses pembelajaran tidak hanya memprioritaskan aspek kognitif (intelektualitas), tapi juga harus diimbangi dengan aspek affektif dan psikomotor. Hal ini sebagai langkah antisipadf tercapainya manusia-manusia pandai dan cerdas, tetapi arogan. Begitu pula sebaliknya, bila hanya aspek affektif dan psikomotor yang diunggulkan, maka hanya akan melahirkan manusia-manusia yang tidak berpengetahuan.
Meresponi problermatika tersebut, sosok tenaga kependidikan, seyogyanya, di samping paripurna dalam hal kognitif (intelektualitas) Ia juga mumpuni di bidang affektif dan psikomotor. Atau dapat dikatakan, ketiga aspek itu harus dimiliki oleh sosok tenaga kependidikan secara integral dan proposional Sehingga ilmu yang dimilikinya itu tidak terbatas pada tataran konseptual belaka, tetapi lebih jauh terefleksi dalam tingkah laku hidup sehari-hari. Imbasnya, mereka tidak hanya berguna bagi diri pribadi, tetapi juga bermanfaat bagi bangsa, negara dan agama. Dengan kapasitas seperti itu, tenaga kependidikan akan mampu tampil di muka dalam kancah persaingan global. Karena secara mental spiritual telah mapan, dan secara intelektualitas memadai. Akhirnya mereka tidak akan mudah terombang-ambing oleh derasnya badai dan dampak negatif perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tak terkendalikan. Bagaimanapun, sosok tenaga kependidikan sangat berperan dalam menciptakan generasi baru yang tahan bantingan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa apabila tidak adanya integralitas antara aspek kognitif, affektif dan psikomotor, maka pendidikan yang secanggih apapun, tidak dapat membawa ketentraman dan kedamaian. Karena kedua aspek itu saling keterkaitan dalam upaya mewujudkan manusia “dewasa”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar